Minggu, 24 Januari 2010

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN_

KONSEP ORGANISASI DAN MANAJEMEN
STRUKTUR KEORGANISASIAN-MODEL DASAR
Struktur keorganisasian adalah susunan sub-subsistem dengan hubungan wewenang dan tanggung jawabnya. Ada beberapa struktur dasar yang banyak digunakan. Keadaan dalam mana setiap struktur menguntungkan menjadi dasar untuk mengubah struktur keorganisasian dalam menanggapi perubahan kondisi, seperti perbaikan sistem pengolahan informasi dan perbaikan dalam sistem keputusan.
Struktur Hirarki
Struktur keorganisasian dasar adalah sebuah struktur hirarki dengan manajemen puncak paling atas dalam bagan, manajemen menengah/madya di tengah, dan manajemen bawahan di tempat paling bawah. Organisasi hirarki dasar dengan spesialisasi fungsional dan hubungan lini serta staf. Bagan berbentuk sebuah piramida karena manajemen puncak jumlahnya relatif sedikit terhadap manajemen tingkat lebih rendah.
Spesialisasi
Organisasi membagi pekerjaan atas tugas-tugas khusus hingga menimbulkan spesialisasi. Akuntan dalam fungsi perakunan mengkhususkan dalam perakunan. Petugas pemasaran mengkhususkan dalam pemasaran. Spesialisasi dapat berlanjut sedemikian sehingga dalam sebuah fungsi terdapat para spesialis untuk bidang-bidang lebih kecil-perpanjakan, riset pasar, dan seterusnya.
Hubungan Lini Dan Staf
Lini (garis utuh) menjelaskan wewenang perintah langsung dari fungsi-fungsi dalam organisasi. Manajer pemasaran menerima laporan dari para manajer penjualan. Para manajer penjualan menerima laporan dari para wiraniaga. Wewenang mengalir dari atas ke bawah. Posisi-posisi staf (garis putus) berhubungan dengan kegiatan-kegiatan pendukung seperti analisis dan konsultasi. Mereka tidak memiliki wewenang atas petugas operasi. Bila para ahli riset pemasaran merumuskan sebuah strategi pemasaran baru, ahli tersebut tidak dapat melaksanakannya dengan memerintah para wiraniaga menggunakannya. Manajer pemasaran harus diyakinkan dahulu dan harus
memerintahkan penggunaannya pada para manajer penjualan, yang akan memberi instruksi pada para wiraniaga.
Wewenang Dan Tanggung Jawab
Wewenang adalah hak untuk memerintah (kepemimpinan). Bila seseorang
memiliki tanggung jawab untuk sebuah kegiatan, ia harus memiliki wewenang. Wewenang dibuktikan melalui pengendalian atas sumber daya, ganjaran, dan fungsi, dan pelimpahan kuasa untuk mengambil keputusan sehubungan dengan hal-hal tersebut.
Rentang Kendali
Rentang kendali (span of control) menunjukkan banyaknya bawahan yang
diawasi oleh seorang penyelia (yaitu banyaknya yang melapor pada sang atasan). Jumlah ini tidak ditentukan berdasarkan teori manajemen tradisional, tetapi secara mudahnya adalah bahwa jumlahnya harus kecil (tiga sampai tujuh). Riset terakhir menunjukkan bahwa rentang kendali yang efektif tergantung pada banyaknya komunikasi yang diperlukan antara atasan dengan bawahannya. Akibatnya, batas pengolahan informasi pada manusia menjadi variabel pembatasnya.

STRUKTUR KEORGANISASIAN-VARIASI

Model dasar (teori manajemen tradisional) menekankan garis wewenang, kesatuan perintah (setiap bawahan hanya memiliki seorang atasan), rentang kendali yang sempit, dan penggunaan dukungan staf terhadap organisasi lini. Wewenang dan tanggungjawab memiliki lingkup yang identik. Eksekutif lini harus bertanggungjawab atas prestasi semua bawahannya.'Model dasar ini bekerja dengan memuaskan dalam sebagian kasus, tetapi banyak organisasi mendapatkan struktur alternatif yang lebih efektif. Tiga variasi pokok dalam model dasar keorganisasian banyak dipakai: organisasi berdasarkan produk atau jasa, penggunaan hubungan lateral dalam sebuah organisasi fungsional, dan organisasi proyek.

Organisasi Berdasarkan Produk atau Jasa Mandiri.
Selain diorganisasikan berdasarkan fungsi seperti manufaktur atau pemasaran, organisasi dapat dibangun bermula berdasarkan produk(atau jasa). Setiap kelompok produk atau jasa akan memiliki fungsinya sendiri dalam manufaktur, pemasaran, perakunan, dan sebagainya. Gambar 9-3 melukiskan jenis organisasi ini. Contohnya dapat berupa sebuah organisasi bisnis dengan kelompok produkseperti perbekalan rumah tangga, alat-alat rumah tangga, dan bahan pelarut industri. Sebuah organisasi jasa atau pemerintahan harus memiliki pengelompokkan jasa. Sebagai contoh, sebuah perusahaan perangkat lunak komputer dapat diorganisasi berdasarkan perangkat lunak atas pesanan, perangkat lunak paket/standar dan penjualan jasa komputer.
Organisasi berdasarkan produk atau jasa menghasilkan sebuah organisasi yang lebih diarahkan pada keluaran/output dibandingkan pengolahannya. Organisasi berusaha berlangsung dibawah kesatuan perintah dalam semua keputusan yang mempengaruhi keluaran kelompok.

Hubungan Lateral (Tingkar; ke sisi)
Sebuah organisasi fungsional dapat digabungkan sebagian dengan organisasi produk atau jasa melalui penggunaan hubungan lateral. Organisasi fungsional dapat dipandang sebagai suatu arus kegiatan menurun. Produk atau jasa dipandang sebagai aliran melalui organisasi fungsional. Hubungan lateral adalah cara mengkoordinasikan kegiatan ber- bagai departemen atau Fungsi dalam beroperasi untuk menghasilkan barang atau jasa. Beberapa metode hubungan lateral adalah:
1. Kontak langsung antar manajer. Para manajer memprakarsai hubungan dengan manajer lain untuk menyelesaikan konflik.
2. Peranan gabungan. Tanggungjawab mengkoordinasikan arus lateral sebuah produk atau jasa yang ditugaskan pada seorang individu.
3. Gugus tugas. Sebuah kelompok formal dengan wakil dari masing-masing departemen atau fungsi dibentuk untuk menyelesaikan konflik.
4. Regu. Regu dibentuk sehubungan dengan persoalan yang sering timbul. Sebagai contoh, sebuah regu dapat dibentuk untuk menangani kelompok klien, wilayah, fungsi atau produk tertentu.
5. Memadukan petugas. Contoh adalah manajer produk, manajer proyek, dan manajer merk. Mereka tidak menyelia pekerjaan sesungguhnya, tetapi bertanggung jawab atas terpadunya sub-sub unit terpisah.
6. Organisasi matriks. Lihat pembahasan di bawah. Organisasi matriks melukiskan sebuah penggunaan penting dalam memadukan hubungan lateral. Untuk setiap pengelompokkan produk atau jasa ada suatu departemen terpadu yang memiliki hubungan lateral dengan setiap tingkat organisasi fungsional.

Setiap tingkat organisasi yang terpengaruh memiliki sebuah hubungan wewenang verti- kal untuk fungsi seperti manufaktur dan sebuah hubungan wewenang lateral dengan tingkat bersangkutan departemen terpadu produk atau jasa misalnya produk konsumsi.

Organisasi Proyek
Dalam organisasi proyek, sumber-sumber daya adalah proyek-proyek yang ditugaskan dengan dikepalai oleh seorang direktur proyek (Gambar 9-5). Sebuah perusahaan kontruksi dapat diorganisasikan seperti ini. Perusahaan antariksa telah menggunakan metode ini untuk proyek-proyek riset dan pengembangan. Departemen sistem informasi sering menggunakan organisasi proyek untuk manajemen pekerjaan para analis system dan pemrograman. Orang dapat memandang organisasi proyek sebagai sebuah bentuk dinamis dari organisasi berdasarkan produk atau jasa. Sifat sementara dari proyek menyebabkan perlunya tanggapan keorganisasian khusus untuk membuat, mengkoordi- nasi, dan menugaskan sumber-sumber daya antara berbagai proyek yang berbeda-beda. Para manajer proyek memiliki wewenang cukup besar atas proyek tersebut dan pada dasarnya "membeli" sumber-sumber daya dari dalam dan luar organisasi.

MODEL PENGOLAHAN INFORMASI UNTUK MENJELASKAN STRUKTUR KEORGANISASIAN
Beberapa pola keorganisasian telah disajikan. Sebuah pertanyaan yang relevan adalah bagaimana cara menentukan bentuk yang paling efektif dalam suatu situasi tertentu. Sebuah ancangan yang sangat berguna atas pertanyaan ini adalah berdasarkan pada persyaratan pengolahan informasi dan komunikasi yang berbagai situasinya yang dihadapi organisasi. Anggapan dasarnya adalah bahwa variasi-variasi dalam bentuk keorganisasian dijelaskan oleh variasi dalam kebutuhan akan pengolahan informasi dan perbedaan dalam kemampuan berbagai bentuk organisasi untuk mengolah dan mengkomunikasikan informasi

Banyaknya Pengolahan Informasi

Kebutuhan sebuah organisasi untuk mengolah informasi (atau banyaknya informasi) adalah sebuah fungsi dari faktor-faktor berikut ini:
1. Ketidakpastian tugas.
Semakin besar ketidakpastian tugas, semakin besar pula jumlah informasi yang harus diolah untuk menjamin efektivitas prestasi. Sebuah kegiatan yang dipahami dengan baik dapat direncanakan di muka; bila tidak dipahami dengan baik, akan timbul banyak perubahan selama pelaksanaan tugas.
2. Banyaknya unsur relevan.
Banyaknya unsur adalah sebanding dengan banyaknya untuk pengambilan partemen, produk, klien, dan sebagainya. Peningkatan dalam keputusan jumlah unsur akan meningkatkan pula kebutuhan informasi.
3. Saling ketergantungan unit keorganisasian.
Bila unit-unit keorganisasian tidak saling tergantung atau saling berhubungan, jumlah komunikasi untuk menyelesaikan konflik akan kecil. Bila unit-unit sangat saling berhubungan, pengolahan informasi yang dibutuhkan untuk menangani koordinasi akan menjadi besar.

Tanggapan Keorganisasian Atas Kebutuhan Pengolahan Informasi
Dengan anggapan bahwa banyaknya pengolahan informasi yang dibutuhkan sebuah organisasi adalah sebuah fungsi ketidakpastian tugas, banyaknya elemen uang relevan untuk pengambilan keputusan, serta saling ketergantungan, maka langkah berikutnya adalah mengidentifikasi beban pengolahan informasi. Tanggapan-tanggapan ini adalah:
1. Prosedur pengoperasian dan aturan keputusan mekanisme
2. Hirarki wewenang
3. Subsistem mandiri
4. Sumber daya lentur pengkoordinasian mengurangi kebutuhan pengolahan informasi
5. Struktur mandiri
6. Sistem informasi manajemen meningkatkan kapasitas
7. Bentuk keorganisasian | pengolahan informasi lateral
Semua tanggapan ini tidak berdiri-sendiri, beberapa atau bahkan mungkin seluruhnya dapat digunakan oleh organisasi yang sama. Sebagian sumber daya bertindak untuk mengurangi kebutuhan akan pengolahan informasi dan lainnya meningkatkan kapasitas organisasi dalam mengolah dan mengkomunikasikan informasi dalam orga-nisasi. Yang penting bagi perancang sistem informasi berdasarkan komputer adalah kenyataan bahwa penggunaan sebuah komputer untuk mengolah informasi lebih cepat hanya satu dari banyak yang mungkin untuk mengatasi persoalan pengolahan informasi dan komunikasi dalam sebuah organisasi.

INTERAKSI MANUSIA DALAM ORGANISASI
Teori manajemen pada mulanya agak bersifat mekanis dalam pandangannya atas interaksi manusia. Tujuan para anggota sebuah organisasi dianggap konsisten dengan tujuan organisasi (atau setidaknya terlebur dengan tujuan organisasi). Para karyawan dianggap konsisten dengan tujuan organisasi). Para karyawan dianggap menanggapi positif terhadap wewenang dan didorong oleh imbalan keuangan. Gerakan hubungan kemanusiaan yang dimulai dengan telaah Hawthorne yang terkenal antara tahun 1927 dan 1932 telah membentuk konsep tentang organisasi sebgai sebuah sistem sosial. Motivasi ternyata didasari oleh lebih dari sekedar imbalan ekonomis. Kelompok kerja, rekan sekerja dan sebagainya ternyata penting. Gaya kepemimpinan dianjurkan yang lebih menigkatkan kepuasan pekerja dalam organisasi. Hasil-hasil riset keperilkuan (behavioral research) tidak menunjuk kepada seperangkat tunggal prinsip tertentu, tetapi sebagian besar riset memperlihatkan perlunya mempertimbangkan kebutuhan manusia dalam merancang organisasi.
Motivasi adalah alasan seseorang untuk menjalankan sesuatu kegiatan. Hal ini biasanya dijelaskan dalam istilah dorongan atau kebutuhan manusia. Kebutuhan seseorng manusia tidak tetap. Kebutuhan ini berubah dari waktu ke waktu bersamaan dengan tingkat karirnya, dan sementara kebutuhan tertentu mendapat lebih banyak kepuasan. Sebuah klasifikasi yang bermanfaat tentang kebutuhan umum manusia adalah sebuah hirarki yang dikembangkan oleh Abraham Maslow. Ia menyebut lima kebutuhan dasar, tetapi kebutuhan yang lebih tinggi menjadi semakin mendesak hanya bila kebutuhan lebih rendah telah cukup terpuaskan

Dinamika Kelompok
Dalam sebuah organisasi, seorang individu biasanya dimiliki oleh satu atau beberapa
kelompok kecil. Mereka mungkin berupa kelompok keorganisasian formal seperti regu kerja produksi atau dapat pula berdasarkan kepentingan bersama seperti latar belakang budaya, profesi, tujuan rekreasi (kalb bowling), atau parkir kendaraan. Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa kelompok kecil adalah faktor penting yang mempengaruhi hubungan antara individu dengan organisasi.

Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang membujuk atau memotivasi sebuah kelompok menuju pencapaian suatu tujuan atau beberapa tujuan tertentu. Bagian ini meninjau pilihan pandangan tentang bagaimana sebuah organisasi harus dikelola dan menguraikan teori mengenai kepemimpinan.
Pada dasarnya di dalam setiap gaya kepemimpinan terdapat 2 unsur utama, yaitu unsur pengarahan (directive behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior). Dari dua unsur tersebut gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu otokrasi (directing), pembinaan (coaching), demokrasi (supporting), dan kendali bebas (delegating).
Pada gaya kepemimpinan otokrasi, pemimpin mengendalikan semua aspek kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya. Pemimpin juga berperan sebagai pengawas terhadap semua aktivitas anggotanya dan pemberi jalan keluar bila anggota mengalami masalah. Dengan kata lain, anggota tidak perlu pusing memikirkan apappun. Anggota cukup melaksanakan apa yang diputuskan pemimpin.
Gaya kepemimpinan pembinaan mirip dengan otokrasi. Pada gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin masih menunjukkan sasaran yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut. Namun, pada kepemimpinan ini anggota diajak untuk ikut memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
Pada kepemimpinan demokrasi, anggota memiliki peranan yang lebih besar. Pada kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran yang ingin dicapai saja, tentang cara untuk mencapai sasaran tersebut, anggota yang menentukan. Selain itu, anggota juga diberi keleluasaan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Gaya kepemimpinan kendali bebas merupakan model kepemimpinan yang paling dinamis. Pada gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran utama yang ingin dicapai saja. Tiap divisi atau seksi diberi kepercayaan penuh untuk menentukan sasaran minor, cara untuk mencapai sasaran, dan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sendiri-sendiri. Dengan demikian, pemimpin hanya berperan sebagai pemantau saja.
Lalu, gaya kepemimpinan yang mana yang sebaiknya dijalankan? Jawaban dari pertanyaan ini adalah tergantung pada kondisi anggota itu sendiri. Pada dasarnya tiap gaya kepemimpinan hanya cocok untuk kondisi tertentu saja. Dengan mengetahui kondisi nyata anggota, seorang pemimpin dapat memilih model kepemimpinan yang tepat. Tidak menutup kemungkinan seorang pemimpin menerapkan gaya yang berbeda untuk divisi atau seksi yang berbeda.
Kepemimpinan otokrasi cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi rendah tapi komitmennya tinggi. Kepemimpinan pembinaan cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi sedang dan komitmen rendah. Kepemimpinan demokrasi cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi tinggi dengan komitmen yang bervariasi. Sementara itu, kepemimpinan kendali bebas cocok untuk angggota yang memiliki kompetensi dan komitmen tinggi.
~





Dirangkum dari Supervisory Management Training ~

PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN
Rencana adalah satu arah tindakan yang sudah ditentukan terlebih dahulu. Perencanaan mengungkapkan tujuan-tujuan keorganisasian dan kegiatan-kegiatan yang diperlukan guna mencapai tujuan tersebut. Bagian ini mensurvai persoalan menetapkan tujuan dalam organisasi dan ciri tingkat-tingkat perencanaan yang berlainan.
Menetapkan Tujuan
Orang telah terbiasa tentang tujuan-tujuan sebuah organisasi seakan organisasi adalah sesuatu yang terpisah dari para anggotanya. Seperti diungkapkan oleh Cyert dan March, orang memiliki tujuan; tetapi satu kumpulan orang yang tidak mempunyai tujuan. Akibatnya tujuan sebuah organisasi mewakili serangkaian kendala yang dihadapi organisasi melalui para pesertanya. Bila organisasi dianggap sebagai gabungan individu yang masing-masing memiliki tujuan, maka tujuan yang dikejar gabungan mewakili kompromi antara para anggotanya. Tujuan berubah bila ada perubahan keanggotaan gabungan dan bila ada perubahan dalam tujuan para anggota. Kompromi tadi pada umumnya sangat terbatasi oleh struktur yang ada. Melalui mekanisme seperti prosedur pengoperasian aturan keputusan, dan anggaran, kesepakatan gabungan menjadi agak permanen. Para individu dalam sebuah organisasi hanya memiliki waktu terbatas untuk proses perundingan/kompromi, sehingga hasilnya cenderung bukan sesuatu yang baru tetapi berdasarkan keadaan atau peristiw terakhir. Perhatian tidak dipusatkan pada semua maslah secara serempak, tetapi umumnya secara berurutan sesuai kebutuhan. Tujuan dalam sebuah organisasi cenderung mengandung kontradiksi, tetapi alat-alat bantu seperti kelenturan organisasi digunakan untuk “meredam” keadaan tidak konsisten ini. Tujuan perusahaan bisnis umumnya dinyatakan dalam bentuk tujuan untuk laba, saham pasar, penjualan, sediaan barang, dan produksi. Semua ini harus dinyatakan dalam istilah operasional. Bila tujuan tidak dapat dinyatakan secara kuantitatif, maka tujuan pengganti dapat digantikan untuk program ini. Tujuan “membuat tempat kerja yang nyaman” tidaklah operasional. “Mengurangi pergantian karyawan menjadi 4%” akan lebih berarti dalam istilah operasional. Bila sasaran-sasaran dinyatakan secara jelas dan operasional, ini akan membentuk landasan untuk mencapai tujuan. Bila setiap manajer membantu dalam menyusun tujuan dan cara untuk mencapainya kemudian diukur seberapa jauh sudah dicapai, maka perusahaan telah menggunakan apa yang disebut sebagai “manajemen berdasarkan sasaran”.

Hirarki Perencanaan
Sebuah hirarki tingkat-tingkat perencanaan yang berlainan dapat dikenali berdasarkan cakrawala perencanaan tiap tingkatan. Tiga tingkatan yang sering disebut dalam bacaan adalah perencanaan strategis, perencanaan taktis, dan perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Perencanaan strategis berhubungan dengan pertimbangan jangka panjang. Keputusan yang harus diambil berhubungan dengan bidang usaha dalam mana perusahaan berada, pasar tempat menjualnya, bauran produk dan seterusnya. Perencanaan taktis (juga disebut sebagai pengendalian manajemen) berhubungan dengan cakrawala perencanaan jangka menengah. Disini termasuk cara sumber daya dicapai dan diatur, penstrukturan kerja, dan petugas yang dibutuhkan serta pelatihannya. Perencanaan taktis dicerminkan dalam anggaran pengeluaran modal, rencana penyusunan staf tiga tahunan dan seterusnya. Perencanaan operasional berhubungan dengan keputusan untuk operasi yang sedang berjalan. Penetapan harga, tingkat produksi, tingkat sediaan barang dan seterusnya dicerminkan dalam sebuah rencana operasinal, misalnya sebuah anggaran tahunan.

Pengendalian
Pengendalian adalah kegiatan mengukur penyimpangan dari prestasi yang direncakan dan mengerakkan tindakan korektif. Unsur-unsur dasra pengendalian adalah :
1. Sebuah standar spesifikasi prestasi yang diharapkan. Ini berupa sebuah anggaran, sebuah prosedur pengoperasian, sebuah algoritma/aturan keputusan dan sebagainya.
2. Sebuah pengukuran prestasi nyata
3. Sebuah perbandingan antara prestasi yang diharapkan dengan kenyataan
4. Sebuah laporan penyimpangan kepada unit pengendali, misal seorang manajer
5. Seperangkat tindakan yang dapat dilakukan olehunit pengendali (manajer) untuk
mengubah prestasi mendatang bila sekarang kurang memuaskan.
6. Dalam hal tindakan unit pengendali gagal membawa prestasi nyata yang kurang
memuaskan ke arah yang diharapkan, adanya sebuah metode untuk tingkat
perencanaan/pengendalian lebih tinggi untuk mengubah satu atau beberapa kondisi seperti unit pengendali/manajer baru, atau revisi atas standar prestasi.

STUDY KELAYAKAN

STUDI PEMASARAN
 Analisis Penawaran & permintaan
 Analisis Peluang
 Proyeksi Penjualan
 Analisis SWOT
 Analisis Pesaing
 Marketing Mix

Apa itu Teori Analisis SWOT?
Teori Analisis SWOT adalah sebuah teori yang digunakan untuk merencanakan sesuatu hal yang dilakukan dengan SWOT. SWOT adalah sebuah singkatan dari, S adalah STRENGHT atau Kekuatan, W adalah WEAKNESS atau Kelemahan, O adalah OPPORTUNITY atau Kesempatan, dan T adalah THREAT atau Ancaman. SWOT ini biasa digunakan untuk menganalisis suatu kondisi dimana akan dibuat sebuah rencana untuk melakukan sesuatu, sebagai contoh, program kerja.
SWOT untuk organisasi
Dalam sebuah organisasi biasanya setiap awal periode kepengurusan akan dilaksanakan pembuatan rencana program kerja, untuk itu biasanya akan dilakukan sebuah analisis kondisi mengenai suatu organisasi tersebut. Analisis SWOT biasanya dicantumkan dalam GBHK (Garis-garis Besar Haluan Kerja) yang menjelaskan tentang kondisi lingkungan organisasi baik kondisi internal maupun external.

Analisis SWOT ini merupakan sebuah “penyelidikan” tentang situasi dan kondisi dalam suatu lingkungan. Contohnya adalah:

“Ada sebuah organisasi yang akan membuat program kerja, untuk itu mereka harus tahu tentang kondisi organisasi mereka dan lingkungan dimana organisasi itu berada. Untuk itu mereka melakukan analisis SWOT, pertama S, yaitu dengan mengetahui kekuatan organisasi –dalam hal ini, kekuatan bisa diartikan sebagai kondisi yang menguntungkan untuk organisasi- tersebut. Misalnya, pengurus yang setia terhadap organisasi, atau kas organisasi yang banyak, dll. Kedua W, yaitu dengan mengetahui kelemahan organisasi –dalam hal ini, kelemahan bisa diartikan sebagai suatu kondisi yang merugikan untuk organisasi- tersebut. Misalnya, kondisi anggota yang tidak aktif, dana yang tak ada, dll.

Ketiga O, yaitu dengan mengetahui kesempatan organisasi – dalam hal ini bisa diartikan sebagai suatu hal yang bisa menguntungkan jika dilakukan namun jika tidak diambil bisa merugikan, atau sebaliknya. Misalnya, sumber dana ada bila diminta. Keempat T, yaitu dengan mengetahui ancaman organisasi – dalam hal ini bisa diartikan sebagai suatu hal yang akan menghambat atau mengancam selama perjalanan kepengurusan. Misalnya, banyak pengurus dan anggota yang tidak aktif.
Setelah dilakukan analisis SWOT maka jadi mengetahui kondisi nyata apa yang terjadi di lingkungan internal dan external organisas, maka dapat mulai membuat rencana program kerja yang sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan dan mampu untuk dilaksanakan oleh pengurus tersebut.”
Langkah-langkah SWOT :
• Identifikasi semua hal yang berkaitan dengan SWOT
• Tentukan Faktor penghambat dan faktor pendukung
• Tentukan alternatif-alternatif kegiatan
• Rumuskan tujuan dari masing-masing kegiatan
• Ambil keputusan yang paling prioritas

STRATEGI SWOT
STRATEGI SO adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan jalan pikiran organisasi yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
STRATEGI WO adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
STRATEGI ST adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kekuatan yang dimiliki organisasi untuk mengatasi ancaman.
STRATEGI WT adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Buatlah kemungkinan strategis dari berbagai alternatif pemecahan masalah berdasarkan pertimbangan kombinasi empat sel faktor strategis tersebut

Dalam sel STRATEGI S-O, ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Dalam sel STRATEGI S-T, ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Dalam sel STRATEGI W-O, ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Dalam sel STRATEGI W-T, ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Evaluasi pilihan alternatif dan pilih alternatif yang terbaik dengan mempertimbangkan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki

KEWIRAUSAHAAN_

Karakteristik Entrepreneur sukses
Di sekitar kita mungkin sering menemukan beberapa wirausaha yang brhasil atau sukses, tapi kita tidak jarang juga kita menemukan wirausaha yang tidak sukses atau bangkrut. Sebenarnya dari keduanya kita b isa menganalisa karakteristik apa saja yang harus dipunyai oleh seorang wirausaha agar usahanya bisa terus berkembang. Saya coba berikan beberapa karakter dari seorang wirausaha yang sukses.
1. percaya diri
• Keyakinan
• Kemandirian
• Optimis
2. Berorientasi pada hasil
• Kebutuhan akan prestasi
• Berorientasi laba
• Ketekunan dan ketabahan
• Kerja keras
• Inisiatif
3. Pengambilan
• Resiko
• Kemampuan mengambil resiko
• Suka pada tantangan
4. Leadership
• Bertingkah laku sebagai pimpinan
• Dapat bergaul dengan berbagai kalangan
• Bisa menerima saran dan kritik
5. Originalitas
• Inovatif dan kreatif
• Fleksibel
• Serba bisa ( mengetahui banyak )
6. Berorientasi ke masa depan
• Visi ke depan
• Perseptif

Kesemua karakteristik diatas memang susah dimiliki oleh seseorang tapi minimal sebagaian besar itu harus dimiliki oleh seorang wirausaha apabila ingin usahanya berhasil atau sukses.

1. Kemampuan untuk mengembangkan fokus yang jelas.
Anda harus tahu betul apa yang membuat usaha Anda berbeda dari para pesaing. Kembangkan sebuah visi dan laksanakan, jangan beralih dari satu ide ke ide yang lain. Banyak pengusaha gagal karena mereka merasa bahwa ide baru yang mereka temukan lebih menarik daripada yang mereka jalankan sekarang.
2. Harapan yang realistis.
Jika Anda melakukan diet dan berharap bisa menurunkan berat badan lima kilo pe rminggu, Anda pasti akan kecewa dan menyerah. Jika tujuan Anda lebih realistis, kemungkinan besar Anda akan tetap berpegang padanya dan berhasil. Sangat jarang ada orang yang “kaya mendadak”.
3. Kemauan untuk membuat rencana.
Para pengusaha paling sukses adalah orang-orang yang memiliki tujuan dan rencana yang jelas untuk meraihnya. Mereka mempelajari pasar, persaingan, dan mekanismenya, serta bersedia mempelajari sungguh-sungguh semua kendala yang mungkin akan dihadapi.
4. Fleksibilitas dan adaptabilitas.
Selain membutuhkan rencana dan fokus yang jelas, Anda juga perlu memiliki fleksibilitas dalam menanggapi perubahan situasi. Dalam bisnis, dan juga hidup, segalanya berubah, dan masalah pasti ada.
5. Kemampuan untuk mengatasi kekhawatiran karena harus menjual.
Dalam artian tertentu, semua pengusaha adalah penjual. Anda tidak boleh takut berhadapan dengan konsumen, memotivasi pegawai, dan menjalin hubungan baik dengan pemasok. Anda tidak harus punya keahlian tersebut saat memulai usaha, tetapi Anda harus mempelajarinya agar usaha Anda tetap berjalan.
6. Bersedia bekerja keras.
Tidak ada jalan pintas disini; menjalankan usaha berarti bekerja keras sepanjang waktu.
7. Tujuan pribadi yang jelas.
Kita semua punya keinginan yang berbeda-beda. Kita ingin punya banyak uang dan sekaligus sudah berada di rumah saat anak-anak pulang sekolah. Kita ingin mengontrol semua kegiatan tetapi produk dan jasa yang kita hasilkan sangat beragam. Tujuan-tujuan tersebut jelas saling bertentangan satu sama lain. Untuk mencapai keberhasilan, Anda harus fokus pada apa yang benar-benar penting bagi Anda dan apa yang dapat Anda capai.
8. Pengalaman.
Anda tidak perlu berpengalaman sebagai manajer sebuah perusahaan mobil untuk memulai bisnis mobil bekas, tetapi Anda harus punya pengalaman dalam bidang terkait atau pengalaman dalam menerapkan kemampuan yang Anda miliki sebagai manajer, sebelum mengawali suatu usaha.

Pengertian Kewirausahaan
Wirausaha adalah seseorang yang bebas dan memiliki kemampuan untuk hidup mandiri dalam menjalankan kegiatan usahanya atau bisnisnya atau hidupnya. Ia bebas merancang, menentukan mengelola, mengendalikan semua usahanya.
Sedangkan Kewirausahaan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan meruapakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, bercipta, berkarsa dan bersaahaja dalam berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegaitan usahanya atau kiprahnya.

Wirausaha terdiri dari 2 kata yaitu, Wira yang berarti kesatria, pahlawan, pejuang, unggul, gagah berani, sedangkan satu lagi adalah kata usaha yang berarti bekerja, melakukan sesuatu.
Dengan demikian pengertian dari Wirausaha ditinjau dari segi arti kata adalah orang tangguh yang melakukan sesuatu. Tetapi kalau Definisi Kewirausahaan yang lebih detail disini akan kita ambil dari beberapa sumber.
Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.

Tokoh-Tokoh Enterprenuer Indonesia Yang Sukses
Nama : Bob Sadino
Lahir : Tanjungkarang, Lampung, 9 Maret 1933
Agama : Islam
Pendidikan :
-SD, Yogyakarta (1947)
-SMP, Jakarta (1950)
-SMA, Jakarta (1953)
Karir :
-Karyawan Unilever (1954-1955)
-Karyawan Djakarta Lloyd, Amsterdam dan Hamburg (1950-1967)
-Pemilik Tunggal Kem Chicks (supermarket) (1969-sekarang)
-Dirut PT Boga Catur Rata
-PT Kem Foods (pabrik sosis dan ham)
-PT Kem Farms (kebun sayur)

Rabu, 13 Januari 2010

Perkembangan Peserta Didik_

1. Apa Yang Dimaksud Dengan Masa Remaja?

Masa remaja adalah suatu periode antara masa anak-anak dan masa dewasa. Masa ini ditandai dengan perubahan perkembangan biologis, psikologis dan sosial yang menonjol. Perkembangan biologis dari masa remaja ditandai dengan percepatan pertumbuhan skeletal yang cepat dan permulaan perkembangan seks fisik. Perkembangan psikologis ditandai dengan suatu percepatan perkembangan kognitif dan konsolidasi pembentukan kepribadian. Secara sosial, masa remaja adalah suatu periode peningkatan persiapan untuk datangnya peranan masa dewasa muda (Kaplan dan Saddock, 2000).

Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan; biasanya mulai dari usia 14 pada pria dan usia 12 pada wanita. Transisi ke masa dewasa bervariasi dari satu budaya kebudayaan lain, namun secara umum didefinisikan sebagai waktu dimana individu mulai bertindak terlepas dari orang tua mereka (Kesrepro, 2007).

2. Bandingkan Konsep Pertumbuhan Dengan Perkembangan?

Pertumbuhan: Perubahan ukuran / besar / bentuk sel, organ, mahupun individu. Pertambahan jumlah sel dan zat interselular. Dilihat dari sudut fizik.

Pertumbuhan: Perubahan fizikal yang spesifik pada penambahan saiz yang dilihat dari segi ketinggian, berat badan, ukur lilit kepala, panjang tangan dan kaki, serta bentuk tubuh.
Pertumbuhan :
• perubahan fisik
• peningkatan jumlah sel
• ukuran
• kuantitatif
• tinggi badan, berat badan, ukuran tulang, gigi
• pola bervariasi

Perkembangan: Perubahan struktur / kematangan / fungsi sel, organ, mahupun individu. Bertambahnya ketrampilan / fungsi kompleks dalam gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, serta sosialisasi / kemandirian. Dilihat dari sudut intelektual dan emosional.

Perkembangan: Sesuatu pertambahan dari sudut kompleksiti / suatu perubahan dari ringkas kepada lebih kompleks dan terperinci dari segi pengetahuan, sikap, serta kemahiran-kemahiran.
Perkembangan :
• kualitatif
• maturation
• sistematis, progresif dan berkesinambungan

3. Apakah Yang Dimaksud Dengan Hukum Perkembangan?

Pengertian ”perkembangan", dalam ilmu jiwa perkembangan, tidaklah sama dengan yang biasa dikenal dalam dunia perundang-undangan peradilan. Adapun yang dimaksud hukum perkembangan adalah kaidah fundamental tentang realitas kehidupan anak-anak (manusia) yang telah disepakati kebenarannya berdasarkan hasil pemikiran dan penelitian yang seksama. Adapun macam-macam hukum perkembangan sebagai berikut:
a. Hukum Kodrat Ilahi
Tak dapat diingkari, bahwa perkembangan itu berpangkal pada kehidupan. Karena hiduplah, anak manusia bias berkembang. Sementara kehidupan itu penuh dengan ketentuan atau kodrat dari Alah.
b. Hukum Mempertahankan Diri
Setelah manusia ditakdirkan hidup, lalu ia secara naluriah berusaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk bias hidup secara singkat bisa dijelaskan bahwa usaha mempertahankan diri, intinya untuk memperoleh keselamatan. Sedang kselamatan, seperti halnya kehidupan, adalah modal pokok bagi pelaksanaannya proses perkembangan. Sekali lagi usaha mempertahankan diri merupakan sifat naluriah manusia. Tujuan pokoknya, agar ia selamat dan hidupnya berkelanjutan.
c. Hukum Pengembangan Diri
Ketika seorang anak berhasil mempertahankan diri, bersamaan itu muncul pula hasrat insaniahnya untuk mengembangkan segala potensi yang dibawah sejak lahir.
d. Hukum Masa Peka
Masa peka yang dimaksud ialah: suatu masa dimana sesuatu "fungsi" demikian baik perkembangannya, karena itu harus dilayani dan diberi kesempatan sebaik-baiknya.
e. Hukum Tempo Perkembangan
Berlangsungnya perkembangan pada anak yang satu, belum tentu sama dengan anak yang lain. Ada anak yang dalam perkembangannya kelihatan serba cepat, dan ada pula yang berlangsung amat lambat.
f. Hukum Irama Perkembangan
Hukum ini menyatakan bahwa, bahwa berlangsungnya perkembangan itu tidak selalu "ajeg" , konsisten dan merata pada setiap waktu. Kadang-kadang suatu proses perkembangan berjalan lancar, tapi ada pula dari keadaan biasa kemudian melonjak cepat, untuk akhirnya kembali biasa lagi atau turun.
g. Hukum Sifat Perkembangan
Menurut stone, perkembangan pribadi manusia itu jika diamati dengan sungguh-sungguh akan tampak adanya sifat-sifat sebagai berikut:
1. Stabil
2. Sensitive
3. Aktif
4. Teratur
5. kontinyuh.
h. Hukum Kesatuan Organis
Dalam garis besarnya. Dalam diri manusia terdapat dua jenis organ yaitu fisik dan psikis, raga dan jiwa, atau jasmani dan rohani.

4. jelaskan dengan contoh hukum masa peka dalam pertumbuhan/perkembangan!

Masa peka ialah suatu masa yang paling tepat untuk berkembang suatu fungsi kejiwaan atau fisik seseorang naka. Sebab perkembangan suatu fungsi tersebut tidak berjalan secara serempak antara satu dengan lainnya. Contoh : masa peka untuk berjalan bagi seorang anak itu pada awal tahun kedua dan untuk berbicara sekitar tahun pertama.

Istilah peka pertama kali ditampilkan oleh seorang ahli biologi dari Belanda bernama Hugo de Vries (1848-1935), kemudian istilah tersebut dibawa kedalam dunia pendidikan, khussusnya psikologi oleh Maria Montessori (Italia 1870-1952).

5. jelaskan dengan contoh hukum irama dalam pertumbuhan!
Hukum ini menyatakan bahwa, bahwa berlangsungnya perkembangan itu tidak selalu "ajeg" , konsisten dan merata pada setiap waktu. Kadang-kadang suatu proses perkembangan berjalan lancar, tapi ada pula dari keadaan biasa kemudian melonjak cepat, untuk akhirnya kembali biasa lagi atau turun.
Hukum Irama Perkembangan. Hukum ini mengungkapkan bukan lagi cepat atau lambatnya perkembangan anak, akan tetapi tentang irama atau rythme perkembangan. Jadi perkembangan anak tersebut mengalami gelombang “pasang surut”. Mulai lahir hingga dewasa, kadangkala anak tersebut mengalami juga kemunduran dalam suatu bidang tertentu.

Misalnya , akan mudah sekali diperhatikan jika mengamati perkembangan pada anak-anak menjelang remaja. Ada anak yang menampakkan kegoncangan yang hebat, tetapi adapula anak yang melewati masa tersebut dengan tenang tanpa menunjukkan gejala-gejala yang serius.

6. jelaskan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan!
Ada beberapa sifat khusus yang dapat kita lihat dalam perkembangan. Dan hanya diambil yang jelas menunjukkan pengaruh yang besar; yaitu:
a. Perkembangan berlangsung menurut suatu pola tertentu.
b. Perkembangan berlangsung dari sifat-sifat umum ke sifat-sifat khusus.
c. Perkembangan adalah tidak terputus-putus.
d. Perbedaan kecepatan perkembangan antara kanak-kanak akan tetap berlangsung.
e. Perkembangan dari pelbagai bagian badan berlangsung masing-masing dengan kecepatan sendiri.
f. Sifat-sifat dalam perkembangan ada sangkut pautnya antara satu dengan lainnya.
g. Perkembangan dapat dikira-kirakan lebih dahulu.
h. Tiap-tiap fase perkembangan mempunyai coraknya masing-masing.
i. Apa yang disebut sikap yang menjadi persoalan kerapkali sikap biasa sesuai dengan umurnya.
j. Tiap-tiap orang yang normal akan mencapai masing-masing fasenya terakhir dalam perkembangan.

CONTOH PROPOSAL_PENDIRIAN WARNET

Kepada
Yth : -
Di-
Tempat
Teriring salam dan doa, semoga Allah SWT meridhoi segala aktifitas keseharian kita semua.Amin.!
Dalam menghadapi Era Globalisasi dan menyongsong perdagangan bebas, sangat dibutuhkan peningkatan pengetahuan serta sumber daya manusia khususnya di bidang teknologi dan komunikasi agar mampu bersaing dengan tenaga kerja dari luar negeri.
Menanggapi hal tersebut, kami bermaksud menambah wawasan siswa, mahasiswa dan masyarakat dalam hal teknologi internet yang saat ini makin dirasakan manfaatnya di segala bidang serta telah menjadi kebutuhan pokok bagi dunia usaha.
Bersama ini kami sampaikan permohonan proposal bantuan modal sebesar Rp. 67.525.000, 00 untuk pendirian warnet dengan proposal terlampir.
Besar harapan kami permohonan ini dapat terealisir sesuai dengan kebutuhan yang tertera pada proposal.
Atas perhatian dan bantuannya kami ucapkan Terima Kasih.



BAB I
PENDAHULUAN
A. RASIONALISASI
Dengan semakin dekatnya era globalisasi/perdagangan bebas, dimana jarak tidak merupakan hambatan, komunikasi akan bisa dilakukan kapan saja, dimana saja, maka perlu suatu alat yang dapat mendukung kearah itu, salah satunya dengan internet. Internet merupakan sarana bagi PT untuk dapat mengembangkan komunikasi dan transaksi dengan dunia luar, baik dengan dunia bisnis maupun mitra kerja.
Disamping itu internet juga merupakan salah satu sarana praktek untuk memperkenalkan mahasiswa dan masyarakat dengan dunia teknologi maju dan sebagai media untuk pengajaran. Internet bukan hanya membuka wawasan regional tetapi sudah Go International dengan pulsa lokal, biarpun berkomunikasi dengan luar negeri. Disamping sebagai alat media bisa juga memperkenalkan keunggulan PT, surat menyurat (email), berbicara dengan orang lain (teleconfrence), saling tukar pikiran (chating) dll, maka sekarang ini di lingkungan mahasiswa dan masyarakat sudah harus ada fasilitas tersebut yang biasa disebut dengan warnet.
Melihat tren masyarakat saat ini dan mendatang yaitu makin tingginya jumlah pengakses internet terutama kalangan pelajar dan mahasiswa, maka kami mengusulkan pendirian usaha untuk menangkap dan memanfaatkan tren tersebut menjadi peluang bisnis yang menjanjikan.
Berdasarkan pengamatan terhadap teman-teman yang telah mendirikan dan mengelola warnet serta terlihat masih banyaknya para konsumen yang membutuhkan pelayanan terhadap jasa warnet, maka kami mengajukan proposal pengajuan bantuan dana untuk mendirikan dan mengelola warnet.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dari proposal ini adalah dapat memberikan gambaran umum dari usaha yang kami laksanakan khususnya bagi Direktorat/Instansi yang bersedia membantu dan menyediakan dana untuk kegiatan yang dimaksud.
Tujuan dari pendirian warnet ini adalah :
a. Memunculkan sikap kompetetif diantara mahasiswa.
b. Menumbuh-kembangkan jiwa kewirausahaan dan mampu menciptakan lapangan kerja baru bagi mahasiswa dan masyarakat.
c. Mampu memperbaiki ekonomi warga kampus.
d. Mendukung pembelajaran yang terjadwalkan.
e. Memberikan pendidikan informasi dan tekhnologi kepada pelajar dan masyarakat sekitar.
f. Memberikan kemudahan kepada pelajar dan mahasiswa dalam mendapatkan informasi dan materi mata kuliah atau pelajaran.
g. Mendapatkan profit.
h. Pelatihan keirausahaan.
C. KEBUTUHAN SDM
Untuk mendirikan warnet dibutuhkan tenaga ahli antara lain :
• Tenaga Ahli Komputer
• Operator Warnet
Dari uraian kebutuhan SDM diatas, kami akan memenuhi semua, kami hanya mencari dan mentraining operator warnet, sedangkan untuk honor tenaga ahli komputer diambil dari biaya operasional warnet bulanan. Jadi untuk pekerjaan tersebut diatas tidak diperlukan biaya jasa lagi.
D. MODAL
Modal yang dibutuhkan untuk pendirian warnet ini adalah:
1 Biaya Pendirian Warnet = Rp. 59.125.000, 00
2 Biaya Operasional Warnet 3 Bulan Pertama = Rp. 8.400.000, 00
TOTAL = Rp. 67.525.000, 00
( Estimasi Anggaran Terlampir.)
E. PERKIRAAN PENDAPATAN-PENGELUARAN
Perkiraan keuntungan diambil dengan asumsi 70% beroperasi, atau 7 unit komputer digunakan oleh pelanggan dari 10 unit komputer yang tersedia dan waktu yang kami perkirakan tidak jauh meleset.
Perkiraan ini dapat lebih kecil, namun juga bisa lebih besar bila komputer penuh atau bila ada aktifitas bisnis lain seperti printing, dan lain sebagainya.
Berikut kami sajikan perkiraan waktu produktif yang kami maksud per bulan:
 Komputer yang terpakai 70% dari 10 unit komputer yang beroperasi atau 7 unit dari 10 unit yang tersedia.
 Perkiraan waktu produktif dalam sehari adalah:
 Siang : Pukul 09.00-15.00
 Malam : Pukul 20.00-22.00
 Perkiraan hari produktif dalam sebulan adalah:
 30 hari diluar hari munggu : 25 hari
 Tarif per jam adalah @ Rp. 3.000, 00
Dengan demikian, income yang akan dihasilkan oleh warnet per bulan adalah sebagai berikut:
 7 unit komputer x 8 jam x 25 hari x Rp. 3.000.00, 00
= Rp. 4.200.000
Sedangkan untuk perkiraan pengeluaran per bulan adalah sebagai berikut:
 Tarif listrik : @ Rp. 1.700.000, 00
 Tagihan Network : @ Rp. 800.000, 00
 Biaya service : @ Rp. 300.000, 00
 Pengeluaran Per Bulan : Rp. 2.800.000, 00
Jadi, bila dilihat dari perkiraan pengeluaran dan income perbulan, maka kita dapat menafsirkan berapa profit yang akan kita dapatkan per bulan, yaitu sebagai berikut:
 Pengeluaran Per Bulan : Rp. 2.800.000, 00
 Income Per Bulan : Rp. 4.200.000, 00
Profit Yang Didapatkan Per Bulan : Rp. 1.400.000, 00




BAB II
PENUTUP
Demikianlah data-data ini kami buat sebagai suatu acuan dalam usaha pendirian dan pengelolaan warnet dan juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak instansi terkait untuk memberikan bantuan dana serta bimbingan teknis dalam pendirian dan pengelolaan warnet nantinya.
Kami yakin bahwa tak akan ada perubahan dalam bidang apapun seandainya tak ada subjek yang berusaha untuk berbuat dan menciptakan perubahan itu sendiri. Dan kami juga yakin bahwa pada saat sekarang ini masih ada beberapa dari seribu subjek yang mengidamkan perubahan, dan semoga kita adalah satu dari beberapa subjek tersebut.
Semoga Allah SWT memberikan Berkat dan Rahmat-Nya bagi kita semua, atas perhatian dan bantuannya kami ucapkan terima kasih.



Gorontalo, November 2009

KELOMPOK II


Lampiran:
ESTIMASI ANGGARAN

Biaya Pendirian :
 Penyewaan Lokasi Untuk 6 Bulan @ Rp. 500.000 = Rp. 3.000.000, 00
 Pembelian 11 Unit Komputer @ Rp. 4.000.000 = Rp. 44.000.000, 00
 Pendaftaran Di Telkom @ Rp. 2.000.000 = Rp. 2.000.000, 00
 Meja komp. 11 buah @ Rp. 500.000 = Rp. 5.500.000, 00
 Karpet 10 Meter @ Rp. 25.000 = Rp. 250.000, 00
 Kipas Angin 6 Unit @ Rp. 200.000 = Rp. 1.200.000, 00
 Printer 1 Unit @ Rp. 650.000 = Rp. 650.000, 00
 Head Phone 10 Buah @ Rp. 75.000 = Rp. 750.000, 00
 Speaker/Sounds @ Rp. 300.000 = Rp. 300.000, 00
 Modem (Pelacak Situs) @ Rp. 450.000 = Rp. 450.000, 00
 HUB (Pembagi Jaringan Dlm LAN) @ Rp. 200.000 = Rp. 200.000, 00
 Biaya Instal Billing @ Rp. 75.000 = Rp. 825.000, 00
= Rp. 59.125.000, 00


Biaya Operasional Untuk 3 Bulan Pertama :
 Tarif Listrik @ Rp. 1.700.000 = Rp. 5.100.000, 00
 Tagihan Network @ Rp. 800.000 = Rp. 2.400.000, 00
 Service @ Rp. 300.000 = Rp. 900.000, 00
= Rp. 8.400.000, 00

TOTAL = Rp. 67.525.000, 00

PERBANKAN SYARIAH

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Data menunjukkan Indonesia yang berpenghuni 240 juta lebih mayoritas Muslim. Pertanyaannya kenapa justru potensi ini tidak terkelola dengan baik dan mengambil peranan lebih untuk menyelesaikan persoalan seabrek yang melilit warga muslim. Contoh yang paling konkrit dan membuat saya terkadang kesel, terenyuh sekaligus prihatin adalah banyaknya orang Islan entah dengan kedok apapun menyodorkan proposal baik itu sekedar selempar kertas lusug yang di tenteng dari bus kota hingga ke institusi ternama nasional hingga internasional. Setahu saya mereka mengatasnamkan permintaan derma tersebut untuk pembangunan juga pengelolaan kegiatan agama. Mulai dari pembangunan masjid, pesantren hingga pembangunan yayasan yatim piatu.
Pertanyaan saya, kenapa ini mesti terjadi ? Bukan islam dalam segala pranata hukumnya mengatur semua hal?! apalagi persoalan ekonomi dan keuangan. Bukankah jutaan Muslimin ini adalah aset yang luar biasa untuk menggebraka bidang apapun yang kita mau terlebih lagi di tilik dari kepentingan ekonomi. Di sinilah peran perbankan syariah diuji peran dan tanggungjawabnya ! Akankah perbankan syariah yang menjamur akhir - akhir ini hanyalah bagian dari pemanfaat celah ekonomis yang menjanjikan yang akan mengambil jumlah mayoritas tersebut. Atau Perbankan syariah memang akan berperan sesuai dengan hukum syar’i yang merunut tata cara perdagangan baik jasa maupun barang yang benar-benar islami.
Melihat potensi, terutama jumlah populasi Muslim inilah strategi untuk mempercepat pengembangan perbankan syariah menjadi sangat terbuka lebar dan mudah. Menurut saya, setidaknya ada dua cara yang efektif untuk meningkatkan pengembangan perbankan syariah.
Pertama; Melakukan inventarisasi atas komunitas-komunitas muslim dengan simpul-simpul tradisionalnya yang tersebar di berbagai pelosok negeri dengan berbagai karakteristik yang berbeda untuk menemukan potensi bisnis yang ada di lokal komunitas /daerah tersebut. Semisal Pondok pesantren, terdapat ratusan ribu pesantren yang tercatat di RMI (Rabhitoh Ma’hadul Islam) maupun tidak. Dari sinilah proses pemberdayanan di mulai. Dari langkah awal ini bisa lakukan upaya pemberdayaan ekonomi yang bertumpu pada kekayaan lokalitas terutama kaum muda.
Kedua; Penyediaan akses informasi, relasi juga finance untuk menunjang upaya penciptaan embrio ekonomi berbasis komunitas. ketiga isntrumen ini diperlukan untuk menyadarkan, membangun juga mengembangakan potensi kewirausahan juga bisni yang bercita rasa islam.
Ketika perbankan syariah tidak terjebak pada pilihan untuk mengambil keuntungan pragmatis dengan jalur cepat layaknya perbnakan konvensional saya yakin perbankan syariah kedepan akan mampu menjadi tonggak soko guru perekonian nasional.
Adalah sebuah persepsi yang salah jika sebagian dari kita (mungkin) berpendapat bahwa sistem perbankan ataupun perekonomian yang berazaskan Islam (syariah) hanya identik dan diperuntukan khusus bagi penduduk muslim.
Fakta yang ada saat ini menunjukkan bahwa perkembangan dunia perbankan dan ekonomi yang berlandaskan sistem syariah juga berhasil diimplementasikan dengan baik pada negara-negara yang justru memiliki kaum muslim minoritas, seperti di Inggris dengan Europian Islamic Investment Bank (EIIB), di United State of America (USA) dengan University Islamic Bank Corporation (UBIC), di Thailand dengan Islamic Bank of Thailand (IBT) dan di Singapura dengan Islamic Bank of Asia (IBA).
Di Indonesia sendiri, perkembangan perbankan berbasiskan syariah dimulai oleh Bank Muamalat pada tahun 1992. Meskipun tidak secara ekplisit dinyatakan dalam Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, namun melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil, akhirnya terbentuk juga sebuah Bank Syariah pertama tersebut.
Sementara itu, tonggak sejarah pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia sendiri sebenarnya sudah mulai diperhitungkan ketika terjadi krisis ekonomi dan moneter yang menghantam negara-negara Asia, termasuk di Indonesia pada tahun 1997-1998 lalu.
Selain itu dengan diberlakukannya UU No. 10 Tahun 1998 sebagai amandemen dari UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, serta diundangkannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (yang kemudian diamandemen menjadi UU No. 3 Tahun 2004) semakin memperkuat pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia.
1.2 Permasalahan
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Kebijakan Strategis Pengembangan Perbankan Syariah Di Indonesia
2. Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah.
3. Bagaimana Memanfaatkan Peluang di Tengah Krisis

1.3 Tujuan Penyusunan Makalah
1. Sebagai tugas pribadi yang diberikan oleh dosen Mata Kuliah Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya;
2. Memperluas pengetahuan atau wawasan mengenai lembaga-lembaga keuangan dalam ruang lingkup bank dan non-bank, khususnya pada pegadaian yang berbasis syariah.























BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan Strategis Pengembangan Perbankan Syariah Di Indonesia
Syariah kedepan harus dilandasi pemahaman kondisi aktual dan isu-isu pokok yang dihadapi bank syariah. Kelengkapan peraturan dan infrastruktur merupakan permasalahan mendasar yang perlu segera diatasi dalam jangka pendek karena merupakan prasyarat bagi beroperasinya bank syariah. Hal lain adalah relatif rendahnya tingkat pemahaman masyarakat terhadap operasional bank syariah yang akan menentukan perkembangan bank syariah di masa mendatang. Selain itu, perkembangan perbankan syariah juga ditentukan oleh minat investor untuk masuk ke industri perbankan syariah yang akan ditentukan oleh kinerja para banker syariah dalam mengelola banknya. Selanjutnya, perkembangan kelembagaan dan indicator keuangan perbankan syariah merupakan hal penting yang harus dipantau secara berkala dan merupakan input berharga dalam menentukan langkah-langkah pengembangan perbankan syariah. Akhirnya, perkembangan bank syariah pada tingkat internasional perlu dipahami untuk memetakan posisi yang telah dicapai oleh perbankan syariah di Indonesia.
Peraturan dan Infrastruktur Pada tahap awal, landasan hukum bagi pengembangan perbankan syariah adalah UU No. 7 tahun 1992 yang mengizinkan bank untuk memberikan pinjaman kepada nasabah dengan prinsip bagi hasil. Sejak tahun 1992-1998 dapat dikatakan tidak banyak kemajuan dalam perkembangan perbankan syariah di Indonesia terutama karena belum ada landasan hukum yang jelas mengenai keberadaan bank syariah. Dengan lahirnya UU No. 10 tahun 1998 dan UU No. 23 tahun 1999 keberadaan bank syariah diakui secara eksplisit dan memberikan landasan hokum yang lebih kuat bagi Bank Indonesia dalam pengembangan perbankan syariah. Namun, harus disadari bahwa UU No. 10 tahun 1998 yang mengatur keberadaan bank syariah hanya dalam beberapa pasal belumlah cukup sebagai landasan hukum bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia di masa yang akan datang.
Sehubungan dengan hal tersebut, kebutuhan terhadap landasan hukum yang berdiri sendiri dirasakan cukup mendesak khususnya dengan semakin pesatnya perkembangan bank syariah. Oleh karena itu, perlu dipersiapkan UU Perbankan Syariah yang dapat menjadi payung bagi semua ketentuan teknis dan operasional bank syariah. Menarik untuk dicermati sebagai bahan perbandingan, ketika Malaysia akan memulai pengembangan bank Islam pada tahun 1983, pemerintah dan parlemen Malaysia dengan penuh komitmen menetapkan Islamic Banking Act sebagai landasan hokum yang terpisah dari UU untuk bank konvensional. Pengaturan perbankan di Indonesia, tidak terkecuali bank syariah, adalah dalam upaya meningkatkan ketahanan system perbankan melalui penyempurnaan peraturan dan infrastruktur. Agar bank syariah dapat beroperasi secara optimal diperlukan kelengkapan peraturan dan infrastruktur yang dapat menjamin bank syariah dikelola dengan cara-cara yang sesuai prinsip syariah dan kehati-hatian bank. Pada saat ini telah ada tujuh ketentuan pelaksanaan bagi bank syariah, yaitu tiga ketentuan yang mengatur kelembagaan dan jaringan kantor bank syariah, dan empat ketentuan mengenai pengaturan penyelenggaraan kliring local bagi BUS, UUS dan juga BUK; ketentuan mengenai Giro Wajib Minimum bagi BUS maupun UUS; pengaturan tata cara penempatan dana pada SWBI; serta satu ketentuan mengenai infrastruktur PUAS.
Guna mengefektifkan peran bank syariah dalam menggerakkan sektor riil perlu diatur portofolio aktiva produktif bank syariah agar tidak didominasi oleh aset yang tidak memiliki keterkaitan dengan sector riil. Selain itu, perlu diatur pola kerjasama (ta’awun) antara BPRS, BUS dan UUS untuk berperan dalam pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan masyarakat pedesaan. Semua rencana ketentuan tersebut akan diatur secara bertahap sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan bank syariah. Penyusunan ketentuan-ketentuan tersebut di atas sangat tergantung pada selesainya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan – Perbankan Syariah (PSAKS) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) yang saat ini sedang dalam tahap finalisasi oleh Ikatan Akuntansi Indonesia bekerjasama dengan Bank Indonesia Jika PSAKS dan PAPSI tersebut telah diberlakukan maka Indonesia akan menjadi negara pertama yang ikatan profesinya telah mengeluarkan dan mengadopsi system akuntansi syariah. PSAKS dan PAPSI akan menjadi pedoman akuntansi bagi perbankan syariah di Indonesia sehingga keberadaannya akan membantu Bank Indonesia dalam melakukan penyempurnaan ketentuan-ketentuan bagi perbankan syariah.
Sektor perbankan sebagai intermediary institution antara pihak yang kelebihan dana (surplus spending unit) dengan pihak yang membutuhkan dana (deficit spending unit) memiliki posisi strategis dalam perekonomian nasional. Dengan demikian peranan perbankan nasional termasuk perbankan syariah perlu ditingkatkan dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat, serta penyediaan layanan jasa perbankan lainnya. Sejalan dengan upaya restrukturisasi perbankan untuk membangun kembali system perbankan yang sehat dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi nasional, maka salah satu upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan adalah pengembangan perbankan syariah. Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan oleh BI bekerjasama dengan tiga universitas pada tahun 2000 diperoleh kesimpulan bahwa 45% dari 4000 sample di pulau Jawa (tidak termasuk DKI Jaya) berpandangan bahwa bunga bank adalah tidak sejalan dengan ajaran agama. Dengan keberadaan perbankan syariah yang berdampingan dengan perbankan konvensional maka mobilisasi dana masyarakat dapat dilakukan lebih luas, terutama dari segmen yang selama ini belum tersentuh oleh perbankan konvensional.
Terbukanya peluang pembiayaan bagi kegiatan usaha berdasarkan prinsip kemitraan (partnership). Konsep yang diterapkan adalah hubungan kerjasama investasi yang harmonis (mutual investor relationship) yang berbeda dengan pola hubungan debitur dan kreditur yang antagonis (debtor to creditor relationship) pada perbankan konvensional. Produk dan jasa perbankan yang ditawarkan memiliki sejumlah keunggulan berupa peniadaan pembebanan bunga yang berkesinambungan (perpetual interest effect), pembatasan kegiatan spekulasi dan mengutamakan kegiatan-kegiatan yang mewujudkan keterkaitan antara sektor keuangan dengan sector riil (linkages between financial sector and real sector), pembiayaan ditujukan kepada usaha-usaha yang lebih memperhatikan nilai-nilai etika dan moralitas.
Dari pengamatan terhadap perkembangan perbankan syariah yang telah ada menunjukkan bahwa dalam pembiayaan masih terfokus pada pembiayaan murabahah. Pangsa pembiayaan murabahah berkisar pada angka 65% dari total pembiayaan dan cenderung masih mengarah kepada pembiayaan untuk keperluan konsumtif. Di sisi lain, pembiayaan mudharobah dan musyarakah hanya berkisar pada 24% dan 2,2% (akhir 2001). Rendahnya pembiayaan mudharobah disebabkan tingginya risiko pembiayaan dimana bank syariah menyediakan dana 100% dan bila terjadi kerugian maka bank yang harus menanggung kerugian tersebut. Walaupun demikian dari sejumlah kegiatan pemeriksaan bank yang dilakukan Bank Indonesia menunjukkan mulai adanya sedikit pergeseran pembiayaan perbankan syariah kepada UKM. Selanjutnya, guna memperkecil resiko pembiayaan mudharobah dan musyarakah, bank syariah harus didukung oleh lembaga.
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.
Mengacu pada misi, visi dan tujuan pengembangan perbankan syariah maka kebijakan pengembangan perbankan syariah harus ditujukan untuk mengatasi persoalan- persoalan pada demand side dan supply side perbankan syariah. Strategi tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa keberhasilan pertumbuhan industri perbankan syariah tergantung pada penawaran dan permintaan akan produk dan layanan perbankan syariah. Beberapa hal mendasar yang menentukan ketersediaan produk dan jasa perbankan syariah adalah sumber daya insani (SDI) yang berkualitas yang dapat memberikan excellent services, kemampuan perbankan syariah menarik modal (investasi), adanya pengembangan infrastruktur, serta penerapan regulasi dan pengawasan oleh otoritas yang dapat menjamin terciptanya kompetisi yang sehat. Dari sisi permintaan, hal yang perlu diperhatikan adalah terpenuhinya asas manfaat yang dapat diukur dari kepuasan konsumen terhadap produk dan layanan bank syariah, serta tersebarnya informasi asas manfaat tersebut apa adanya (transparan) kepada konsumen sasaran.
Dalam penetapan kebijakan-kebijakan strategis, perlu disadari bahwa kegiatan pengembangan perbankan syariah tidak dapat dilaksanakan sekaligus dalam satu tahapan. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk 10 tahun ke depan perlu ditetapkan kebijakan- kebijakan strategis jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang guna mencapai tujuan yang sesuai dengan rentang waktunya.
Pada dasarnya kebijakan strategis jangka pendek meliputi periode tahun 2002 sampai dengan 2004 dengan fokus penyusunan berbagai ketentuan yang dibutuhkan bank syariah dan penyelenggaraan edukasi public untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan bank syariah. Selanjutnya, kebijakan strategis jangka menengah dimulai pada tahun 2004 sampai dengan 2008 dengan fokus kebijakan untuk lebih memberdayakan bank syariah dalam menggerakkan sector riil. Sedangkan kebijakan strategis jangka panjang dimulai tahun 2006 sampai dengan 2011 dengan fokus kebijakan untuk meningkatkan efisiensi perbankan syariah agar dapat berperan di tingkat internasional.

Kebijakan Strategis Jangka Pendek (2002-2004)
1. Penyusunan ketentuan-ketentuan perbankan syariah Untuk menjamin bank syariah dapat beroperasi dengan optimal sesuai nature of business-nya diperlukan kelengkapan sejumlah ketentuan seperti: PSAKS dan PAPSI (kerjasama BI dengan IAI) yang menjadi factor penentu bagi ketentuan lainnya dan pengembangan infrastruktur perbankan syariah. Kualitas Aktiva Produktif (KAP). Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Capital Adequacy Ratio (CAR). Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Posisi Devisa Netto (PDN). Tingkat Kesehatan Bank. Transparansi Kondisi Keuangan Bank. Ketentuan mengenai Laporan Bulanan Bank-bank. Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek (FPJP) dan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) bagi bank syariah Ketentuan GWM akan disempurnakan agar lebih sesuai dengan prinsip- prinsip syariah dan dilengkapi dengan ketentuan baru mengenai secondary reserves atau Liquid Asset Ratio (LAR). Penyempurnaan ketentuan kelembagaan dan jaringan kantor bagi UUS juga perlu dilakukan agar pertumbuhan jaringan kantor dapat berlangsung lebih cepat. Pengaturan portofolio aktiva produktif dari bank syariah guna mengantisipasi semakin banyaknya instrumen keuangan syariah. Mekanisme kerjasama antara BUS maupun UUS dengan BPRS guna meningkatkan pelayanan bagi masyarakat pedesaan dan UKM. Guna menjamin lebih kuatnya dasar hukum pengembangan perbankan syariah perlu disiapkan kajian akademis mengenai kemungkinan diundangkannya UU mengenai perbankan syariah yang terpisah dari UU perbankan.
2. Mendorong terbentuknya Forum Komunikasi (communication board) Program edukasi publik yang selama ini dilakukan Bank Indonesia bertujuan untuk menginformasikan keberadaan perbankan syariah bagi masyarakat dan menumbuhkan pemahaman akan manfaat yang dapat diberikannya. Program edukasi dilakukan dengan kelompok sasaran adalah ulama, praktisi, akademisi, mahasiswa dan masyarakat umum. Selama ini, program edukasi cenderung bersifat pasif menunggu permintaan masyarakat dari daerah tertentu. Berdasarkan beberapa penelitian di Jawa dan Sumatera Barat dapat disimpulkan bahwa program edukasi yang dilakukan belum efektif yang terlihat dari banyaknya masyarakat yang belum mengenal bank syariah. Dengan kenyataan tersebut, program edukasi publik terhadap perbankan syariah harus dilakukan secara aktif dengan kelompok sasaran yang lebih luas (mencakup pelajar-pelajar mulai dari SD) yang dapat dilakukan baik melalui media massa, maupun dengan tatap muka mendatangi masyarakat di daerah-daerah potensial. Program edukasi publik akan memberatkan bila tetap dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang tugas utamanya adalah regulator dan pengawas. Dalam jangka pendek, bank-bank syariah akan didorong untuk membentuk Communication Board sebagai lembaga independent yang bertugas mengedukasi masyarakat secara aktif. Dengan demikian, kegiatan edukasi publik yang selama ini dikerjakan oleh Bank Indonesia dapat dialihkan kepada lembaga independen tersebut selambat-lambatnya pada akhir 2004.
3. Melanjutkan peningkatan kualitas SDI Sebagai konsekuensi dari akan bertambahnya jaringan kantor bank syariah, maka kebutuhan terhadap SDI juga akan meningkat. Oleh karena itu, pelatihan perbankan syariah tetap perlu dilaksanakan bagi pegawai bank-bank yang berminat untuk beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Demikian juga halnya dengan pegawai Bank Indonesia mengingat banyak ketentuan perbankan syariah yang terkait dengan sejumlah satuan kerja di Bank Indoensia. Pelatihan ini juga perlu dilakukan bagi mahasiswa maupun akademisi di perguruan tinggi dengan harapan mahasiswa tersebut merupakan potensi SDI yang dapat bekerja di bank syariah atau minimal menjadi pengguna jasa bank syariah. Sedangkan pelatihan bagi dosen diperlukan agar masyarakat kampus dapat bersiap dengan program studi mengenai bank syariah maupun ekonomi syariah, yang pada gilirannya dapat menghasilkan sarjana-sarjana dengan keahlian di bidang perbankan dan ekonomi syariah. Dalam upaya mewujudkan bankir- bankir syariah yang istiqamah terhadap nilai-nilai syariah maka pelatihan,khususnya mengenai aspek nilai-nilai Islam, tetap diperlukan bagi SDI bank-bank syariah yang telah beroperasi. Pelatihan aspek syariah khususnya dasar-dasar fiqih juga dibutuhkan bagi pengawas bank syariah. Sedangkan bagi Dewan Pengawas Syariah (DPS) perlu diberikan pelatihan mengenai aspek perbankan sehingga anggota DPS yang bertugas mengawasi aspek syariah dapat mengerti mekanisme kerja sebuah bank.
4. Menggalang kerjasama dengan berbagai instansi terkait Untuk lebih memberdayakan perbankan syariah dibutuhkan mitra dari lembaga-lembaga keuangan syariah lainnya. Oleh karena itu perlu dijalin kerjasama dengan berbagai lembaga terkait seperti Departemen Keuangan,Departemen Koperasi, Departemen Perdagangan dan Industri serta lembaga- lembaga terkait lainnya. Melalui kerjasama ini akan tercipta kesadaran dari berbagai lembaga khususnya lembaga pemerintah akan pentingnya peranan mereka untuk dapat berkontribusi dalam mengembangkan ekonomi syariah umumnya dan perbankan syariah khususnya. Diharapkan melalui kerjasama yang baik akan dilahirkan ketentuan- ketentuan yang sesuai bagi LKS-LKS seperti BMT, asuransi syariah, perusahaan modal ventura syariah, reksa dana syariah dan lain-lain, yang merupakan mitra bagi bank-bank syariah.
5. Melanjutkan penelitian preferensi dan perilaku konsumer terhadap bank syariah Penelitian ini dapat dilanjutkan pada propinsi-propinsi yang potensial bagi pengembangan perbankan syariah seperti Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Banten, dan Riau. Hal ini perlu dilakukan untuk melengkapi peta potensi pengembangan perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh bank-bank yang akan konversi maupun membuka KCS.
6. Mempersiapkan teknologi informasi Saat ini teknologi informasi yang dimiliki BPRS sangat terbatas, maka untuk mempercepat monitoring kegiatan BPRS diperlukan komputerisasi yang dilengkapi dengan teknologi informasi yang memungkinkan Bank Indonesia dapat mengikuti perkembangan BPRS dari hari kehari. Sedangkan untuk BUS dan UUS sebaiknya segera dipersiapkan teknologi informasi yang memungkinkan Bank Indonesia dapat melakukan real time supervision.

Kebijakan Strategis Jangka Menengah (2004-2008)
1. Mempersiapkan Lembaga Penjamin Pembiayaan Syariah. Kehadiran lembaga penjamin akan sangat menentukan kemampuan bank syariah dalam menggerakkan sektor riil melalui alokasi pembiayaan mudharobah ke daerah pedesaan dan UKM. Lembaga ini yang akan melakukan investigasi mengenai perilaku mitra yang dapat dipercaya (amanah) dalam mengelola dana dan memiliki kemampuan berusaha. Bila perilaku amanahnya diragukan dan kemampuannya rendah tidak akan dijamin dalam memperoleh pembiayaan. Nasabah-nasabah yang masih rendah kemampuannya, diberikan pelatihan sehingga eligible untuk memperoleh pembiayaan bank syariah dan dijamin oleh lembaga tersebut. Bank syariah akan memperoleh kembali dananya bila terjadi kegagalan nasabah karena negligence ataupun moral failure. Namun, bila kegagalan karena normal business loss maka bank turut menanggung kerugian tersebut.
2. Mendorong terbentuknya Islamic Trade Center. Lembaga ini merupakan lembagapenyedia informasi mengenai skim-skim pembiayaan maupun investasi yang dimiliki bank syariah dan informasi kegiatan produktif sektor riil yang mungkin dibiayai oleh bank syariah. Penyediaan informasi yang menggunakan teknologi informasi ini diharapkan dapat menciptakan linkages antara sektor riil dan sektor keuangan syariah.
3. Memberdayakan pengawasan aspek syariah. Selama ini pengawasan aspek syariah (sharia audit), yang dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ditunjuk oleh DSN, dirasakan belum optimal. Beberapa hal yang diperkirakan menjadi penyebab adalah kurangnya independensi DPS terhadap bank syariah dan terbatasnya alokasi waktu anggota DPS. Dalam kondisi demikian, perlu dipikirkan agar anggota DPS dapatindependen sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan efektif. Disamping itu perlu dipertimbangkan kemungkinan sentralisasi pengawasan aspek syariah dan berada pada DSN, sehingga pengawasan aspek syariah dilakukan secara periodic dan sejalan dengan kegiatan program pengawasan yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Alternatif lain, adalah perlu dipersiapkan syariah auditor yang merupakan ahli-ahli syariah yangmempunyai kemampuan perbankan syariah dan memiliki independensi seperti akuntan publik.

Kebijakan Strategis Jangka Panjang (2006-2011)
1. Mempersiapkan pembentukan Special Purpose Company (SPC) Kebijakan strategis jangka panjang yang sangat mendasar adalah mempersiapkan terbentuknya SPC yang memiliki fungsi sebagai berikut: memastikan keterkaitan antara sekuritisasi dengan aktivitas produktif di sektor riil guna penciptaan pasar primer menciptakan pasar sekunder; dan menyediakan layanan bagi partisipan pasar (paying agents and custodian). Keberadaan SPC harus dipersiapkan setelah perbankan syariah memiliki peran yang besar dalam pembiayaan sektor riil. Adanya pertumbuhan pembiayaan sektor riil yang cukup beragam memungkinkan dilakukan sekuritisasi aset-aset syariah. Adanya SPC akan dapat memperbaiki efisiensi pengelolaan likuiditas, karena dana idle dapat diperkecil.
2. Mempersiapkan pembentukan BiroEkonomi Syariah Sesuai dengan UU No. 23 tahun 1999, bahwa tugas pengaturan dan pengawasan bank akan diserahkan secara bertahap kepada Lembaga Pengawas Jasa Keuangan (LPJK), maka hal tersebut juga akan berlaku bagi pengaturan dan pengawasan bank syariah. Sehubungan dengan baru akan dilengkapinya regulasi dan infrastruktur perbankan syariah, maka sebaiknya penyerahan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dilakukan setelah tercapainya tujuan jangka menengah pada tahun 2008, yaitu bank syariah sudah semakin berperan dalam pembiayaan sektor riil. Konsekuensi dari penyerahan tugas tersebut adalah kegiatan pengaturan, pengawasan dan perizinan bank syariah akan beralih dari Biro Perbankan Syariah di Bank Indonesia kepada LPJK. Dalam konteks tersebut perlu dipertimbangkan untuk mempersiapkan berdirinya Biro Ekonomi Syariah, yang bertugas untuk melanjutkan penelitian dan pengembangan kebijakan-kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Hal tersebut menjadi penting karena diperkirakan transmisi kebijakan moneter pada saat itu sudah dapat dilakukan melalui bank-bank syariah.

2.2 Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah
Saat ini perbankan syariah telah menjadi fenomena global, termasuk di negara-negara yang tidak berpenduduk mayoritas muslim. Berdasarkan prediksi McKinsey tahun 2008, total aset pasar perbankan syariah global pada tahun 2006 mencapai 0,75 miliar dolar AS. Diperkirakan pada tahun 2010 total aset mencapai satu miliar dolar AS. Tingkat pertumbuhan 100 bank syariah terbesar di dunia mencapai 27 persen per tahun dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan 100 bank konvensional terbesar yang hanya mencapai 19 persen per tahun. Karena itu, agar lebih optimal dalam memanfaatkan fenomena global tersebut, perbankan syariah Indonesia harus melakukan inisiatif dalam pengembangan pasarnya. Besarnya potensi pasar yang masih sangat terbuka bagi pengembangan perbankan syariah (market development), setidaknya tercermin dari jumlah rekening milik masyarakat pengguna jasa bank pada bank konvensional yang telah mencapai lebih dari 80 juta rekening.
Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah dirumuskan dalam kerangka program akselerasi pengembangan pasar perbankan syariah Indonesia, sebagai upaya untuk menunjukkan keatraktifan pasar perbankan syariah Indonesia, Bank Indonesia telah menetapkan visi 2010 pengembangan pasar perbankan syariah di Indonesia. sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN dan penetapan target pencapaian secara bertahap yaitu:
• Fase I (2008): ''Membangun Pemahaman Perbankan Syariah Sebagai Lebih dari Sekedar Bank (Beyond Banking)'', Pencapaian target aset sebesar Rp 50 T; Pencapaian angka pertumbuhan industri sebesar 40 persen.
• Fase II (2009): ''Menjadikan Perbankan Syariah Indonesia Sebagai Perbankan Syariah Paling Atraktif di ASEAN'', Pencapaian target aset sebesar Rp 87 T; Pencapaian angka pertumbuhan industri sebesar 75 persen.
• Fase III (2010): ''Menjadikan Perbankan Syariah Indonesia Sebagai Perbankan Syariah Terkemuka di ASEAN'', Pencapaian target aset sebesar Rp 124 T; Pencapaian angka pertumbuhan industri sebesar 81 persen. Untuk mewujudkan visi baru pengembangan pasar perlu dilakukan serangkaian program utama pelaksanaan Grand Strategy pengembangan pasar yaitu:
A. Program Pencitraan baru perbankan syariah
Visi baru pengembangan sebagai pasar yang atraktif itu akan dipayungi program pencitraan baru dengan memposisikan perbankan syariah sebagai perbankan yang saling meng untungkan kedua belah pihak yang ditunjang berbagai keunikan seperti konsep perbankan yang memiliki keanekaragaman produk dengan skema variatif dan dilakukan secara transparan agar adil bagi kedua belah pihak, oleh tenaga perbankan yang kompeten dalam keuangan dan beretika, didukung IT system yang up date & user friendly, serta fasilitas ahli investasi, keuangan dan syariah. Positioning dan diferensiasi tersebut akan membawa arti bahwa sesungguhnya perbankan syariah ''lebih dari sekedar bank''.
B. Program Pengembangan Segmen Pasar Perbankan Syariah.
Untuk mendukung pencitraan baru, terutama dalam mengubah persepsi perbankan syariah yang ekslusif untuk golongan tertentu. Program pengembangan segmentasi akan berguna untuk mengkonkretkan langkah positioning ke benak konsumen yang menjadi target market. Sebagai acuan para pelaku untuk mengembangkan pasar perbankan syariah, telah dipetakan segmentasi baru konsumen perbankan syariah Indonesia berdasarkan orientasi perbankan dan profil psikografisnya menjadi lima segmen: mereka yang sangat mengutamakan penggunaan bank syariah (“pokoknya syariah”), mereka yang ikut-ikutan, mereka yang mengutamakan benefit seperti kepraktisan transaksi dan kemudahan akses, mereka yang menggunakan bank syariah sebagai sarana pembayaran gaji dan transaksi bisnis, dan segmen mereka yang mengutamakan penggunaan jasa bank konvensional yang telah ada. Melalui riset pasar terhadap nasabah perbankan syariah dan konvensional terlihat adanya paradoks dalam perilaku konsumen perbankan. Paradoks pengguna disebabkan oleh pengguna perbankan syariah di Indonesia cenderung berperilaku pragmatis, bahkan nasabah dari segmen ''pokoknya syariah'‘ ternyata juga adalah nasabah bank konvensional. Potret nasabah perbankan di Indonesia umumnya sudah memahami keunggulan masing-masing perbankan dimana perbankan konvensional unggul dalam jaringan yang luas dan memiliki fasilitas layanan yang handal dan luas yang pada saat ini belum bisa ditandingi oleh perbankan syariah. Di sisi lain, perbankan syariah unggul karena karakteristik produk, sehingga mereka ingin menggunakan kedua jenis perbankan.
C. Program pengembangan produk
Beberapa inisiatif program pengembangan produk antara lain dalah perumusan keunikan dan value proposition produk dan jasa perbankan syariah yang akan ditawarkan kepada masyarakat, mendorong mirroring produk dan jasa internasional, mendorong foreign owned sharia bank untuk membawa produk-produk yang sukses di luar negeri ke Indonesia, serta streamlining perizinan produk.
D. Program peningkatan pelayanan.
Dari survei tingkat kepuasan terhadap simpanan bank konvensional dan bank syariah (persen), kualitas layanan perbankan syariah lebih baik di core benefit yang ditawarkan sementara kualitas layanan perbankan syariah masih perlu ditingkatkan dalam aspek jaringan pelayanan. Sedangkan dilihat dari tingkat kepuasan terhadap pinjaman bank konvensional dan bank syariah (persen) kualitas perbankan syariah lebih baik hampir di semua aspek. Kualitas layanan perbankan syariah yang ternyata tidak kalah dibandingkan perbankan konvensional akan terus diupa yakan. Peningkatan kualitas layanan perbankan syariah diarahkan ke memperkecil gap ekspektasi dan layanan sebagai lembaga yang universal dan handal.
E. Program sosialisasi dan komunikasi
Terhadap stakeholders yang terkait secara langsung maupun tidak langsung untuk pengembangan pasar untuk mensosialisasikan paradigma baru pengembangan industri perbankan syariah Indonesia yang modern, terbuka, dan melayani seluruh golongan masya rakat Indonesia tanpa terkecuali. Berbagai program sosialisasi dan komunikasi dalam rangka edukasi publik seluruhnya diarahkan agar sejalan dengan Positioning bank syariah yang telah direkomendasikan oleh Grand Strategy, yaitu sebagai “Lebih dari Sekedar Bank (Beyond Banking) “.
F. Program Akselerasi dan iB Marketing Campaign 2008
Sebagaimana telah dipahami, bahwa program akselerasi perbankan syariah yang dicanangkan pada penghujung tahun 2006, kini telah memasuki tahun kedua. Sebagai bagian dari program tersebut, maka pada tanggal 19 Januari 2008 yang lalu di Festival Ekonomi Syariah secara resmi Deputi Gubernur Bank Indonsesia, Siti Ch Fadjrijah telah meluncurkan program iB Marketing Campaign 2008 dan mencanangkan peru musan Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah. Program tersebut merupakan serangkaian kegiatan komunikasi/ sosialisasi dalam rangka meningkatkan public awareness, yang tidak hanya melibatkan Bank Indonesia, namun dengan menyertakan industri perbankan syariah. Dengan adanya program ini diharapkan terjadi keselarasan dan sinergi antara kebijakan dan program BI dengan industri dalam meningkatkan awareness publik mengenai bank syariah.
2.3 Memanfaatkan Peluang Di Tengah Krisis
2.3.1 Berkembangnya Perbankan Syariah
Meroket atau tingginya tingkat suku bunga pada hampir di semua Bank Konvensional akibat krisis moneter pada tahun 1997-1998 lalu, menyebabkan semakin tingginya biaya modal (cost of capital) yang dibutuhkan pada sektor usaha yang pada akhirnya menurunkan kemampuan usaha pada sektor produksi.
Sementara itu dari sisi perbankan, mereka harus dihadapkan pada kewajiban membayar imbalan bunga (return) kepada para deposan dengan tingkat suku bunga pasar yang pada saat itu hingga mencapai lebih dari 70%.
Merupakan hal yang wajar pula, jika sebagian besar nasabah penerima kredit dari Perbankan Konvensional waktu itu mengalami gagal bayar (default), karena tidak mampu membayar kewajiban dengan tingkat suku bunga yang melambung tinggi. Akibatnya kemudian adalah penyaluran pembiayaan yang bermasalah (Non-Performing Loan/ NPL) semakin meningkat.
Pertanyaannya pada saat itu adalah, bagaimana mungkin perbankan dapat menyalurkan kredit kepada sektor riil dengan tingkat suku bunga yang begitu tinggi? Kondisi inilah yang pada akhirnya berhasil membawa dan membentuk opini publik bahwa peran Perbankan Konvensional sebagai lembaga intermediasi dan investasi ternyata tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya atau boleh dibilang telah gagal menjalankan fungsinya.
Sekarang, marilah kita analisa dimanakah keunggulan dan bagaimanakah Perbankan Syariah bisa bertahan lebih baik dibalik terperosoknya Perbankan Konvensional yang berjalan terseok-seok bahkan hampir berhenti saat krisis moneter melanda Indonesia.
Prinsip syariah itu sendiri sebenarnya mengacu pada pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan (rahmatan lil ‘alamin). Nilai-nilai inilah yang kemudian diaplikasikan dalam pengaturan Perbankan Syariah saat ini, termasuk juga di Indonesia.
Prinsip Perbankan Syariah merupakan bagian dari ajaran Islam yang berkaitan dengan ekonomi Islam, dimana didalamnya diatur mengenai larangan riba dalam berbagai bentuknya, dan dengan menggunakan sistem antara lain prinsip bagi hasil (equity based financing).
Dengan prinsip bagi hasil, Bank Syariah dapat menciptakan iklim investasi yang sehat dan adil karena semua pihak dapat saling berbagi baik keuntungan maupun potensi risiko yang timbul, sehingga akan menciptakan posisi yang berimbang antara bank dan nasabahnya. Keperkasaan Perbankan Syariah sudah teruji dan tetap bertahan saat krisis moneter yang justru berhasil melibas Perbankan Konvensional.
Secara jangka panjang, konsep Perbankan Syariah ini akan mendorong pemerataan ekonomi nasional karena hasil keuntungan tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal saja (baca: nasabah), tetapi juga dirasakan oleh pengelola modal sebagai refleksi prinsip syariah dengan melihat sisi nilai-nilai keadilan.
Berbeda dengan Perbankan Konvensional yang sebagian besar mengelola dana nasabah, yang mereka kumpulkan ke pasar keuangan seperti pasar modal dan pasar uang yang bersifat spekulatif, Perbankan Syariah justru melarang pengelolaan dana kedalam instrumen-instrumen keuangan yang bersifat spekulatif atau bisa dibilang sejenis judi (maisir).
Keberhasilan Perbankan Syariah menghadapi hempasan krisis moneter yang melanda kita pada tahun 1997-1998 lalu lebih disebabkan karena mereka menerapkan prinsip-prinsip syariah yang mengutamakan cara-cara yang diperkenankan (halal), serta menjauhi cara-cara yang meragukan (subhat), apalagi yang dilarang dalam Islam (haram)
Jatuhnya Perbankan Konvensional saat krisis melanda merupakan sebuah peluang yang justru harus dimanfaatkan oleh Perbankan Syariah untuk unjuk gigi dan semakin mengukuhkan keberadaannya dalam kancah Perbankan Nasional kita.
2.3.2 Mensejajarkan Diri dengan Perbankan Konvensional melalui Konsep “Marketing Mix“
Diberlakukannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada 16 Juli 2008 lalu semakin memperkuat basis Perbankan Syariah di Indonesia. Payung hukum ini juga bisa digunakan oleh Perbankan Syariah untuk mensejajarkan diri dengan Perbankan Konvensional di Indonesia.
Berdasarkan cetak biru (blue print) Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia, diharapkan pada tahun 2009 ini, peningkatan aset bisa mencapai 7%, dan ditahun 2015 mendatang diharapkan akan mencapai angka 15% dari total aset Perbankan Nasional.
Dengan melihat fakta yang ada saat ini, harapan pencapaian angka-angka tersebut dari tahun ke tahun cukup meragukan, hal ini mengingat target untuk tahun 2008 saja yang bisa kita lihat melalui Laporan Perkembangan Perbankan Syariah (LPPS) tahun 2008, pangsa pasarnya hanya berhasil dicapai sekitar 2,14% dari total aset perbankan nasional, atau hanya separuhnya dari target yang diharapkan sebesar 5% dalam cetak biru (blue print) Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia.
Butuh waktu yang lama dan kerja keras, jika Perbankan Syariah ingin mencapai target-target tersebut sehingga bisa mensejajarkan diri dengan Perbankan Konvensional. Ada banyak hal yang harus dibenahi, baik itu secara internal maupun eksternal.
Dalam ilmu marketing kita mengenal konsep klasik Marketing Mix untuk melakukan penetrasi pasar, dimana untuk menembus pasar diperlukan beberapa strategi terhadap masing-masing komponen yang terdiri atas Product (Produk), Price (Harga), Place (Tempat atau Saluran Distribusi), dan Promotion (Promosi), yang dalam perkembangannya kini, telah mengalami penambahan lagi menjadi: People (Orang), Phisical Evidence (Bukti Fisik), dan Process (Proses).
Menganalogikan strategi Perbankan Syariah berdasarkan konsep Marketing Mix adalah hal yang sangat menarik dan juga merupakan sebuah keniscayaan untuk mempercepat Pengembangan Perbankan Syariah ditanah air ini, oleh karena itu sekarang marilah kita coba telaah satu persatu elemen Marketing Mix tersebut:
1. Product (Produk)
Sama halnya dengan Perbankan Konvensional, produk yang dihasilkan dalam Perbankan Syariah bukan berupa barang, melainkan berupa jasa.
Ciri khas jasa yang dihasilkan haruslah mengacu kepada nilai-nilai syariah atau yang diperbolehkan dalam Al-quran, namun agar bisa lebih menarik minat konsumen terhadap jasa perbankan yang dihasilkan, maka produk tersebut harus tetap melakukan strategi “differensiasi” atau “diversifikasi” agar mereka mau beralih dan mulai menggunakan jasa Perbankan Syariah.
2. Price (Harga)
Merupakan satu-satunya elemen pendapatan dalam Marketing Mix. Menentukan harga jual produk berupa jasa yang ditawarkan dalam Perbankan Syariah merupakan salah satu faktor terpenting untuk menarik minat nasabah.
Menterjemahkan pengertian harga dalam Perbankan Syariah bisa dianalogikan dengan melihat seberapa besar pengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan sebuah manfaat dalam bentuk jasa yang setimpal atas pengorbanan yang telah dikeluarkan oleh konsumen tersebut.
Ketika jasa yang dihasilkan oleh Perbankan Syariah mampu memberikan sebuah nilai tambah (keuntungan) lebih dari Perbankan Konvensional pada saat ini, artinya harga yang ditawarkan oleh Perbankan Syariah tersebut mampu bersaing bahkan berhasil mengungguli Perbankan Konvensional.
3. Place (Tempat atau Saluran Distribusi)
Merupakan hal yang tidak kalah penting dengan unsur-unsur “P” sebagaimana sudah disebutkan diatas. Melakukan penetrasi pasar Perbankan Syariah yang baik tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh tempat atau saluran distribusi yang baik pula, untuk menjual jasa yang ditawarkan kepada konsumen.
Menyebarkan unit pelayanan perbankan syariah hingga kepelosok daerah adalah sebuah keharusan jika ingin melakukan penetrasi pasar dengan baik. Dibutuhkan modal yang tidak sedikit memang jika harus dilakukan secara serentak atau bersamaan.
Paling tidak dibutuhkan waktu dan dilakukan secara bertahap atau bisa juga dengan melakukan sistem kerjasama (partnership) dengan unit-unit pelayanan sejenis agar jasa yang ditawarkan dengan berbasiskan syariah tersebut bisa sampai dan menyebar hingga kepelosok-pelosok daerah di Indonesia.
Jika pelayanan Perbankan Syariah bisa dilakukan dimana saja diseluruh Indonesia, maka bisa dipastikan penetrasi pasar Perbankan Syariah akan lebih cepat berhasil.
4. Promotion (Promosi)
Juga akan menjadi salah satu faktor pendukung kesuksesan Perbankan Syariah. Jangan dulu kita mengajukan pertanyaan mengenai mahluk apakah Perbankan Syariah itu kepada masyarakat di pedesaan? Ajukan saja lebih dahulu pertanyaan tersebut kepada masyarakat perkotaan yang idealnya sudah tak begitu asing dengan istilah Perbankan Syariah.
Fakta yang ada saat ini adalah sering kali kita temui bahwasanya pada masyarakat perkotaan yang justru dianggap lebih tahu, malah tidak mengetahui dengan jelas mahluk apakah Perbankan Syariah itu?
Dalam marketing, efektivitas sebuah iklan seringkali digunakan untuk menanamkan “brand image” atau agar lebih dikenal keberadaannya. Ketika “brand image” sudah tertanam dibenak masyarakat umum, maka menjual sebuah produk, baik itu dalam bentuk barang maupun jasa akan terasa menjadi jauh lebih mudah.
Kurangnya sosialiasi atau promosi yang dilakukan oleh Perbankan Syariah bisa menjadi salah satu penyebab lambannya perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia pada saat ini. Diperlukan biaya yang tidak sedikit memang untuk melakukan kegiatan promosi atau sejenisnya.
Elemen-elemen tersebut diatas, merupakan konsep klasik Marketing Mix, yang dalam perkembangan terkininya juga sudah dimasukan beberapa indikator tambahan terbaru, seperti berikut ini:
5. People (Orang)
Bisa kita interpretasikan sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) dari Perbankan Syariah itu sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung yang akan berhubungan dengan nasabah (customer), SDM ini sendiri juga akan sangat berkorelasi dengan tingkat kepuasan para pelanggan Perbankan Syariah.
SDM yang dimiliki oleh Perbankan Syariah saat ini masih dirasakan kurang, baik dari segi jumlah maupun dari sisi pengetahuan yang memadai terhadap produk Perbankan Syariah yang ditawarkan kepada nasabah.
Menempatkan SDM pada tempat yang sesuai dengan kapasitasnya (the right man on the right place), memang memerlukan sebuah strategi manajemen SDM yang cukup baik, karena jika strategi yang diimplementasikan keliru, maka akan berakibat fatal terhadap tingkat kepuasan pelanggan secara jangka panjang.
6. Process (Proses)
Saat ini merupakan salah satu unsur tambahan Marketing Mix yang cukup mendapat perhatian serius dalam perkembangan ilmu Marketing. Dalam Perbankan Syariah, bagaimana proses atau mekanisme, mulai dari melakukan penawaran produk hingga proses menangani keluhan pelanggan Perbankan Syariah yang efektif dan efisien, perlu dikembangkan dan ditingkatkan.
Proses ini akan menjadi salah satu bagian yang sangat penting bagi perkembangan Perbankan Syariah agar dapat menghasilkan produk berupa jasa yang prosesnya bisa berjalan efektif dan efisien, selain itu tentunya juga bisa diterima dengan baik oleh nasabah Perbankan Syariah.
1. Phisical Evidence (Bukti Fisik)
Produk berupa pelayanan jasa Perbankan Syariah merupakan sesuatu hal yang bersifat in-tangible atau tidak dapat diukur secara pasti seperti halnya pada sebuah produk yang berbentuk barang. Jasa Perbankan Syariah lebih mengarah kepada rasa atau semacam testimonial dari orang-orang yang pernah menggunakan jasa Perbankan Syariah.
Cara dan bentuk pelayanan kepada nasabah Perbankan Syariah ini juga merupakan bukti nyata yang seharusnya bisa dirasakan atau dianggap sebagai bukti fisik (phisical evidence) bagi para nasabahnya, yang suatu hari nanti diharapkan akan memberikan sebuah testimonial positif kepada mayarakat umum guna mendukung percepatan perkembangan Perbankan Syariah menuju arah yang lebih baik lagi dari saat ini.
Ketujuh elemen “P” sebagaimana sudah disampaikan diatas, meskipun hanya dalam tataran konsep semata dan belum menyentuh pembahasan secara mendetail, paling tidak bisa menjadi sebuah tawaran konsep alternatif yang sangat realistis dan bukanlah hal yang abstrak. Semuanya bisa direalisasikan guna mendukung keberhasilan percepatan perkembangan Perbankan Syariah agar bisa berdiri sejajar bahkan melebihi Perbankan Konvensional saat ini.
Dalam segala bidang, sesungguhnya ada tiga hal penting yang idealnya harus berjalan ber-iringan yang akan menjadi kunci sukses sebuah “keberhasilan”, termasuk juga dalam bidang Perbankan Syariah. Hal yang pertama adalah “kemauan”, hal yang kedua adalah “kemampuan”, dan hal yang terakhir adalah “kesempatan”.
Memiliki “kemauan” yang keras serta “kemampuan” yang cukup tinggi tanpa di-iringi oleh adanya “kesempatan”, adalah sebuah nol besar untuk menuju keberhasilan. Sementara itu memiliki “kemauan” yang keras serta “kesempatan” yang terbuka lebar tanpa di-iringi oleh “kemampuan” yang cukup tinggi, juga sangat mustahil untuk mencapai sebuah keberhasilan. Disisi lainnya, jika kita memiliki “kemampuan” yang cukup tinggi serta “kesempatan” yang terbuka lebar, tanpa di-iringi oleh “kemauan” yang keras, juga merupakan hal yang sia-sia untuk mewujudkan sebuah keberhasilan.
Salah satu unsur saja tidak kita miliki, “keberhasilan” hanyalah sebuah khayalan semata dan merupakan sebuah mimpi yang tak pernah berujung.




































BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan

3.2 Saran

































DAFTAR PUSTAKA

 Arifin, Zainul, (1998). Strategi Pengembangan Perbankan Bagi Hasil di Indonesia. Sespibi: Bank Indonesia.
 Mannan, M. A. (2000). Islamic Economics: Theory and Practice, Seminar Paper in Bank Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
 Mills, Paul S. dan John R. Presley, (1997). The Prohibition of Interest in Western Literature. Workshop on Islamic Economics: Islamic Foundation.
 Muslehuddin, Mohammad, (1974). Sistem Perbankan Dalam Islam. Terjemahan oleh Aswin Simamora (1990), Jakarta: Rineka Cipta.
 Siddiqi, Nejatullah (1981). Banking without Interest. Lahore, PK: Islamic Publications Ltd.














DAFTAR PUSTAKA


 Arifin, Zainul, (1998). Strategi Pengembangan Perbankan Bagi Hasil di Indonesia. Sespibi: Bank Indonesia.
 Mannan, M. A. (2000). Islamic Economics: Theory and Practice, Seminar Paper in Bank Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
 Mills, Paul S. dan John R. Presley, (1997). The Prohibition of Interest in Western Literature. Workshop on Islamic Economics: Islamic Foundation.
 Muslehuddin, Mohammad, (1974). Sistem Perbankan Dalam Islam. Terjemahan oleh Aswin Simamora (1990), Jakarta: Rineka Cipta.
 Siddiqi, Nejatullah (1981). Banking without Interest. Lahore, PK: Islamic Publications Ltd.

PEGADAIAN SYARIAH

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena dengan rahmat, karunia, dan izin-Nyalah sehingga penyusunan makalah dengan judul “PEGADAIAN SYARIAH” dapat penyusun selesaikan tepat pada waktunya meskipun terdapat banyak kesulitan dan hambatan namun, hal-hal tersebut tidak membuat penyusun pesimis untuk terus berusaha.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan karena pada hakekatnya manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sangat jauh dari kesempurnaan. Berdasarkan hal itu, tidak heran ketika panca indera penulispun memiliki keterbatasan dalam hal fungsi. Dengan menyadari hal itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi mendekatkan diri dengan kesempurnaan penulisan makalah-makalah berikutnya.
Penuh kerendahan hati, penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penulisan makalah ini, karena tanpa bantuannya akan sangat pasti penulis mendapatkan masalah yang lebih rumit dan menghambat kelancaran penulisan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan mendapat Berkah dan Rahmat dari Allah SWT serta merupakan ibadah yang bermanfaat fiddin wal akhirah.


Gorontalo, November 2009


Penyusun
Supartomo




BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Ratusan tahun sudah ekonomi dunia di dominasi oleh sistem bunga. Hampir semua perjanjian dibidang ekonomi dikaitkan dengan bunga. Banyak negara yang telah dapat mencapai kemakmurannya dengan sistem bunga ini di atas kemiskinan negara lain sehingga terus – menerus terjadi kesenjangan. Pengalaman dibawah dominasi perekonomian dengan sistem bunga selama ratusan tahun membuktikan ketidak mampuannya untuk menjembatani kesenjangan ini. Didunia, diantara negara maju dan negara berkembang kesenjangan itu semakin lebar sedang didalam negara berkembang, kesenjangan itupun semakin dalam.

Dalam kaitan dengan kesenjangan ekonomi yang terjadi, para ahli ekonomi tidak melihat sistem bunga sebagai biang keladinya. Karena luput dari pengamatan,Pemerintah di negara manapun dibikin repot dengan ulah sistem bunga yang build – in concept – nya memang bersifat kapitalistik dan diskriminalistik. Karena ketidak sadaran akan besarnya kelemahan sistem bunga, Pemerintah di negara–negara itu menjadi sibuk menambalnya dengan berbagai kebijaksanaan danperaturan yang memaksa para pelaku ekonomi yang di untungkan sistem bunga agar menaruh peduli kepada pelaku ekonomi yang dirugikan sistem bunga itu. Tetapi para pelaku ekonomi yang diuntungkan sistem bunga dan telah menjadi konglomerat itu kebanyakan lebih merasakannya sebagai paksaan daripada kewajiban, sebaliknya para penyandang gelar ekonomi lemah (PEGEL) korban sistem bunga lebih merasakannya sebagai belas kasihan dari pada hak. Dan pemasaran tapi sayangnya sistem bunga yang berlaku secara otomatis menjaga jarak tetap diantara keduanya.

Namun di Indonesia, kita patut bersyukur bahwa sejak diundangkannya Undang– Undang Nomor 7 Tahun 1992 dengan semua ketentuan pelaksanaannya baik berupa Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan, dan Edaran Bank Indonesia, Pemerintah telah memberi peluang berdirinya lembaga – lembaga keuangan syariah berdasarkan sistem bagi hasil.

Sebagian umat Islam di Indonesia yang mampu mensyukuri nikmat Allah itu mulai memanfaatkan peluang tersebut dengan mendukung berdirinya bank syariah, asuransi syariah, dan reksadana syariah dalam bentuk menjadi pemegang saham, menjadi penabung dan nasabah, menjadi pemegang polis, menjadi investor, dan sebagainya. Lebih dari itu banyak pula yang secara kreatif mengembangkan ide untuk berdirinya lembaga – lembaga keuangan syariah bukan bank lainnya seperti : modal ventura, leasing, dan pegadaian.
Disajikan dalam rangka Dialog Ekonomi Syari’ah yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Perbankan syariah (PSPS) STIE “SBI” Yogyakarta, tanggal 25 Agustus 1997. Dari pengalaman mendirikan bank syariah dan asuransi syariah, serta reksadana syariah, diperlukan pengkajian yang mendalam terlebih dahulu, sehingga dengan demikian untuk berdirinya pegadaian syariahpun diperlukan pengkajian terhadap berbagai aspeknya secara luas dan mendalam.

Walaupun cikal bakal lembaga gadai berasal dari Italia yang kemudian berkembang keseluruh dataran Eropa, perjanjian gadai ada dan diajarkan dalam Islam. Fikih Islam. Fikih Islam mengenal perjanjian gadai yang disebut “rahn”, yaitu perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan hutang.

Dasar hukum rahn adalah Al Qur’an, khususnya surat Al – Baqarah ayat 282 yang mengajarkan agar perjanjian hutang – piutang itu diperkuat dengan catatan dan saksi–saksi, serta ayat 283 yang membolehkan meminta jaminan barang atas hutang-hutang Al – Qur’an, Surat Al – Baqarah, ayat 282 :
“Hai orang – orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. ... Dan persaksikanlah dengan dua orang sakasi orang – orang lelaki diantaramu. Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi–saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagimengiangatkanya. ... “

Al – Qur’an, Surat Al – Baqarah, ayat 283 :
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). ... “

Mengenai rukun dan sahya akad gadai dijelaskan oleh Pasaribu dan Lubis sebagai berikut :
a. Adanya lafaz, yaitu pernyataan adanya perjanjian gadai.Lafaz dapat saja dilakukan secara tertulis maupun lisan, yang penting di dalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai diantara para pihak.
b. Adanya pemberi dan penerima gadai. Pemberi dan penerima gadai haruslah orang yang berakal dan balig sehingga dapat dianggap cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan syari’at Islam.
c. Adanya barang yang digadaikan. Barang yang digadaikan harus ada pada saat dilakukan perjanjian gadai dan barang itu adalah milik si pemberi gadai, barang gadaian itu kemudian berada dibawah pengasaan penerima gadai.
d. Adanya utang/ hutang. Hutang yang terjadi haruslah bersifat tetap, tidak berubah dengan tambahan bunga atau mengandung unsur riba. Mengenai barang (marhum) apa saja yang boleh digadaikan, dijelaskan dalam Kifayatul Akhyar5bahwa semua barang yang boleh dijual – belikan menuru syariah, boleh digadaikan sebagai tanggungan hutang. Aspek lainnya yang perlu mendapat perhatian dalam kaitan dengan perjanjian gadai adalah yang menyangkut masalah hak dan kewajiban masing – masing pihak dalam situasi dan kondisi yang normal maupun yang tidak normal. Situasi dan Kondisi yang tidak normal bisa terjadi karena adanya peristiwa force mayor seperti perampokan, bencana alam, dan sebagainya.

1. 2 Permasalahan
Adapun sub-sub bahasan dari makaah yang penyusunan bahas ini adalah sebagai brikut:
1. pengertian pegadaian
2. pengertian pegadaian syariah
3. operasionalisasi pegadaian syariah
4. sejarah lahirnya pegadaian syariah
5. tujuan berdirinya pegadaian syariah
6. tekhnik transaksi
7. pendanaan
8. mekanisme operasional dan penghitungannya.
9. perkembangan dan pertumbuhan pegadaian syariah di Indonesia.

1. 3 Tujuan Penyusunan Makalah
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. menggali lebih dalam aspek-aspek perekonomian yang berbasis syariah.
2. sebagai pengajuan tugas individu kepada dosen Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya.






BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pegadaian
Gadai merupakan suatu hak, yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang dijadikan sebagai jaminan pelunasan atas hutang. Dan Pegadaian merupakan “trademark” dari lembaga Keuangan milik pemerintah yang menjalankan kegiatan usaha dengan prinsip gadai.
Pegadaian menurut Susilo (1999) adalah suatu hak yang diperoleh oleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan pada orang lain yang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Gadai menurut Undang – undang Hukum Perdata (Burgenlijk Wetbiek) Buku II Bab XX pasal 1150, adalah : suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang – orang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk mennyelamatkannya setelah barang tersebut digadaikan, biaya – biaya mana harus didahulukan.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang orang yang berpiutang atas suatu barang yang bergerak yang diserahkan oleh orang yang berpiutang sebagai jaminan utangnya dan barang tersebut dapat dijual oleh yang berpiutang bila yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannyapada saat jatuh tempo. Sedangkan BUMN hanya berfungsi memberikan pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai.
Berdarkan uraian di atas maka dapat disimpukan bahwa, gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau seorang lain atas namanya dan memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dan barang tersebut untuk didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya ; dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah disalurkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan. Sedangkan pengertian Perusahaan Umum Pegadaian adalah suau badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai ijin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana masyarakat atas dasar hukum gadai.
2.2 Pengertian Pegadaian Syariah

Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia, tidak terkecuali pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang disebut dengan pegadaian syariah. Pada dasarnya, produk-produk berbasis syariah memiliki karakteristik seperti, tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa dan atau bagI hasil. Pegadaian syariah atau dikenal dengan istilah rahn, dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income (FBI) atau Mudharobah (bagi hasil). Karena nasabah dalam mempergunakan marhumbih (UP) mempunyai tujuan yang berbeda-beda misalnya untuk konsumsi, membayar uang sekolah atau tambahan modal kerja, penggunaan metode Mudharobah belum tepat pemakaiannya. Oleh karenanya, pegadaian menggunakan metode Fee Based Income (FBI).

Sebagai penerima gadai atau disebut Mutahim, penggadaian akan mendapatkan Surat Bukti Rahn (gadai) berikut dengan akad pinjam-meminjam yang disebut Akad Gadai Syariah dan Akad Sewa Tempat (Ijarah). Dalam akad gadai syariah disebutkan bila jangka waktu akad tidak diperpanjang maka penggadai menyetujui agunan (marhun) miliknya dijual oleh murtahin guna melunasi pinjaman. Sedangkan Akad Sewa Tempat (ijarah) merupakan kesepakatan antara penggadai dengan penerima gadai untuk menyewa tempat untuk penyimpanan dan penerima gadai akan mengenakan jasa simpan.

Salah satu inovasi produk yang diluncurkan oleh pagadaian adalah Program Kredit Tunda Jual Komoditas Pertanian yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan Gadai Gabah. Program ini diluncurkan atas landasan pemikiran bahwa dalam rangka mengurangi kerugian petani akibat perbedaan harga jual gabah pada saat panen raya. Sasaran utama program ini adalah membantu petani agar bisa menjual gabah yang dimilikinya sesuai dengan harga dasar yang ditetapkan oleh pemerintah. Pengalaman selama ini ketika terjadi panen raya, petani selalu menjadi pihak yang dirugikan. Untuk mencegah kerugian yang diderita oleh petani pada saat musim panen akibat anjloknya harga gabah, Perum Pegadaian meluncurkan gadai gabah. Dengan sistem ini, petani menggadaikan gabahnya pada musim panen, untuk ditebus dan dijual ketika harga gabah kembali normal. Dengan adanya gadai gabah, petani bisa tidak menjual semua gabahnya pada saat musim panen (harga murah) melainkan menyimpannya dulu di gudang milik agen yang menjadi mitra pegadaian. Petani menggadaikan sebagian gabahnya pada musim panen pada Perum Pegadaian dengan harga yang berlaku saat itu. Setelah harga gabah kembali normal, petani dapat menebusnya dengan harga yang sarna ketika menggadaikan gabahnya ditambah dengan sewa modal sebesar 3,5 persen per bulan. Jika selama batas waktu empat bulan (masa jatuh tempo kredit) petani tidak dapat menebusnya, gabah akan dilelang oleh Perum Pegadaian. Kelebihan harga gabah akan diberikan kepada petani. Gabah yang diterima sebagai barang jaminan adalah Gabah Kering Giling (GKG). Bila gabah petani bukan gabah kering giling maka petani akan dikenakan proses penanganan (handling) sebesar Rp 10 per kg.
Jadi, berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa secara sederhana pegadaiana syariah adalah pegadaian yang sistem operasinya berdasarkan syariah atau hukum Islam yang sasaran utumanya adalah menjaga kemaslahatan umat.

2.3 Operasionalisasi Pegadaian Syariah

Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional , Pegadaian Syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak. Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama (kurang lebih 15 menit saja). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat.

Di samping beberapa kemiripan dari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek landasan konsep; teknik transaksi; dan pendanaan, Pegadaian Syariah memilki ciri tersendiri yang implementasinya sangat berbeda dengan Pegadaian konvensional. Lebih jauh tentang ketiga aspek tersebut, dipaparkan dalam uraian berikut.

 Landasan Konsep

Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah :

o Al-Quran Surat Al Baqarah : 283

”Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan ”

o Hadist
”Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi”. HR Bukhari dan Muslim

”Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda : Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya”. HR Asy’Syafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah

“Nabi Bersabda : Tunggangan ( kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan bintanag ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan”. HR Jamaah, kecuali Muslim dan An Nasai

“Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki ( oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya ( menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya”. HR Jemaah kecuali Muslim dan Nasai-Bukhari

Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn ( al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181)

Landasan ini kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Ketentuan Umum :
1. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5. Penjualan marhun
a. Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.
b. Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi.
c. Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.

b. Ketentuan Penutup
1. Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya.

2.4 Sejarah Lahirnya Pegadaian Syariah

Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Allah SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah.

Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian Syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah ( ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian Syariah.

2.5 Tujuan Berdirinya pegadaian syariah
Dalam perspektif ekonomi, pegadaian merupakan salah satu alternatif pendanaan yang sangat efektif karena tidak memerlukan proses dan persyaratan yang rumit. Pegadaian melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai. Tugas pokok dari lembaga ini adalah memberikan pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan. Lembaga Keuangan Gadai Syariah mempunyai fungsi sosial yang sangat besar. Karena pada umumnya, orang –orang yang datang ke tempat ini adalah mereka yang secara ekonomi sangat kekurangan. Dan biasanya pinjaman yang dibutuhkan adalah pinjaman yang bersifat komsumtif dan sifatnya mendesak.

Dalam implementasinya, pegadaian syariah merupakan kombinasi komersil-produktif, meskipun jika kita mengkaji latar belakang gadai syariah, baik secara implisit maupun eksplisit lebih berpihak dan tertuju untuk kepentingan sosial. Banyak manfaat lain yang bisa diperoleh dari pegadaian syariah. Pertama, prosesnya cepat. Dalam pegadaian syariah, nasabah dapat memperoleh pinjaman yang diperlukan dalam waktu yang relatif cepat, baik proses administrasi, maupun penaksiran barang gadai. Kedua, caranya cukup mudah. Yakni hanya dengan membawa barang gadai (marhun) beserta bukti kepemilikan. Ketiga, jaminan keamanan atas barang diserahkan dengan standar keamanan yang telah diuji dan diasuransikan dan sebagainya.

2.6 Teknik Transaksi
Sesuai dengan landasan konsep di atas, pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan di atas dua akad transaksi Syariah yaitu :

1. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.
2. Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad.

Rukun dari akad transaksi tersebut meliputi :
a. Orang yang berakad :
1) Yang berhutang (rahin) dan
2) Yang berpiutang (murtahin).
b. Sighat (ijab qabul)
c. Harta yang dirahnkan (marhun)
d. Pinjaman (marhun bih)
Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Pegadaian Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman.. Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai “lipstick” yang akan menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di Pegadaian.

Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi :
1. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.
2. Marhun Bih ( Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.
3. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya, milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.
4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa : biaya asuransi,biaya penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.

Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya ( emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.

Setelah melalui tahapan ini, Pegadaian Syariah dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan :
1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat bulan.
2. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp 90,- (sembilan puluh rupiah) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada saat melunasi pinjaman.
3. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada saat pencairan uang pinjaman.

Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk :
• melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan,
• mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi,
• atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.

Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syarian melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.

2.7 Pendanaan
Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan syariah lain untuk memback up modal kerja.

Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu :
1. Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.
2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan.


o Produk-produk yang dikembangkan
produk dan layanan jasa yang ditawarkan oleh pegadaian syariah kepada masyarakat berupa:
a. Pemberian pinjaman atau pembiayaan atas dasar hukum gadai syariah. Produk ini mensyaratkan pemberian pinjaman dengan penyerahan barang sebagai jaminan. Barang gadai harus berbentuk barang bergerak, oleh karena itu pemberian pinjaman sangat ditentukan oleh nilai dan jumlah dari barang yang digadaikan.
b. Penaksiran nilai barang. Di samping memberikan pinjaman kepada masyarakat, pegadaian syariah juga memberikan pelayanan berupa jasa penaksiran atas nilai suatu barang. Jasa yang ditaksir biasanya meliputi semua barang bergerak dan tidak bergerak. Jasa ini diberikan kepada mereka yang ingin mengetahui kualitas barang seperti emas, perak, dan berlian. Biaya yang dikenakan pada nasabah adalah berupa ongkos penaksiran barang.
c. Penitipan barang (ijarah). Pegadaian syariah juga menerima titipan barang dari masyarakat berupa surat-surat berharga seperti sertifikat tanah, ijasah, motor. Fasilitas ini diberikan bagi mereka yang ingin melakukan perjalanan jauh dalam waktu yang relatif lama atau karena penyimpanan di rumah dirasakan kurang aman. Atas jasa penitipan tersebut, gadai syariah memperoleh penerimaan dari pemilik barang berupa ongkos penitipan.
d. Gold counter, yaitu jasa penyediaan fasilitas berupa tempat penjualan emas eksekutif yang terjamin kualitas dan keasliannnya. Gold counter ini semacam toko dengan emas galeri 24, di mana setiap pembelian emas di toko milik pegadaian syariah akan dilampiri sertifikat jaminan. Hal ini dilakukan untuk memberikn layanan bagi masyarakat kelas menengah, yang masih peduli dengan image. Dengan sertifikat tersebut masyarakat percaya dan yakin akan kualitas dan keaslian emas.

2. 8 Mekanisme operasional dan penghitungannya
Operasional pegadaian syariah menggambarkan hubungan di antara nasabah dan pegadaian. Adapun teknis operasional pegadaian syariah adalah sebagai berikut:
1. Nasabah menjaminkan barang kepada pegadaian syariah untuk mandapatkan pembiayaan. Kemudian pegadaian menaksir barang jaminan untuk dijadikan dasar dalam memberikan pembiayaan.
2. Pegadaian syariah dan nasabah menyetujui akad gadai. Akad ini mengenai berbagai hal, seperti kesepakatan biaya gadaian, jatuh tempo gadai dan sebagainya.
3. Pegadaian syariah menerima biaya gadai, seperti biaya penitipan, biaya pemeliharaan ,penjagaan dan biaya penaksiran yang dibayar pada awal transaksi oleh nasabah.
4. Nasabah menebus barang yang digadaikan setelah jatuh tempo


o Persamaan dan perbedaan pegadaian syariah dan pegadaian konvensional.
a) Persamaan
 Hak gadai atas pinjaman uang
 Adanya agunan sebagai jaminan utang
 Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan
 Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh para pemberi gadai
 Apabila batas waktu pinjaman uang habis barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang.
b) Perbedaan
* Pegadaian konvensional
 Gadai menurut hukum perdata disamping berprinsip tolong menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal
 Dalam hukum perdata hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak
 Adanya istilah bunga (memungut biaya dalam bentuk bunga yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda)
 Dalam hukum perdata gadai dilaksanakan melalui suatu lembaga yang ada di Indonesia disebut Perum Pegadaian
 Menarik bunga 10%-14% untuk jangka waktu 4 bulan, plus asuransi sebesar 0,5% dari jumlah pinjaman. Jangka waktu 4 bulan itu bisa terus diperpanjang, selama nasabah mampu membatyar bunga

* Pegadaian syariah
 Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan
 Rahn berlaku pada seluruh benda baik harus yang bergerak maupun yang tidak bergerak
 Dalam rahn tidak ada istilah bunga (biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan dan penaksiran). Singkatnya biaya gadai syariah lebih kecil dan hanya sekali dikenakan
 Rahn menurut hukum Islam dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga
 Hanya memungut biaya (termasuk asuransi barang) sebesar 4% untuk jangka waktu 2 bulan. Bila lewat 2 bulan nasabah tak mampu menebus barangnya, masa gadai bisa diperpanjang dua periode. Jadi. Total waktu maksimalnya 6 bulan. ”Tidak ada tambahan pungutan biaya untuk perpanjangan waktu. Tapi, jika melewati masa 6 bulan, pihak pegadaian akan langsung mengek-sekusi barang gadai.

2. 9 Perkembangan dan Pertumbuhan Pegadaian Syariah di Indonesia
Keberadaan pegadaian syariah pada awalnya didorong oleh perkembangan dan keberhasilan lembaga-lembaga keuangan syariah. Di samping itu, juga dilandasi oleh kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap hadirnya sebuah pegadaian yang menerapkan prinsip-prinsip syariah. Pegadaian syariah Dewi Sartika Jakarta merupakan salah satu pegadaian syariah yang pertama kali beroperasi di Indonesia.
Hadirnya pegadaian syariah sebagai sebuah lembaga keuangan formal yang berbentuk unit dari Perum Pegadaian di Indonesia merupakan hal yang menggembirakan. Pegadaian syariah bertugas menyalurkan pembiayaan dalam bentuk pemberian uang pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan berdasarkan hukum gadai syariah.
Sampai saat ini, baru ada 5 lembaga keuangan yang tertarik untuk membuka pegadaian syariah. Perum pegadaian adalah salah satu lembaga yang tertarik untuk membuka produk berbasis syariah ini. Bekerjasama dengan Bank Muamkalat, pada awal September 2003 diluncurkan gadai berbasis syariah bernama pegadaian syariah. Karakteristik dari pegadaian syariah adalah tidak ada pungutan berbentuk bunga. Dalam konteks ini, uang ditempatkan sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditi yang diperjualbelikan. Tetapi, mengambil keuntungan dari hasil imbalan jasa yang ditawarkan.
Sedangkan 4 lainnya adalah perbankan syariah yang membuka kantor pegadaian sendiri, yaitu Unit Layanan Gadai Bank Syariah Mandiri, Bank Danamon, BNI Syariah, dan Bank Jabar Syariah. Bank Muamalat Indonesia (BMI) bekerjasama dengan Perum Pegadaian yang berbentuk aliansi (musyarakah). BMI sebagai penyandang dana, sedangkan Perum Pegadaian sebagai pelaksana operasionalnya.
Bank Syariah Mandiri mengeluarkan jasa gadai dengan mendirikan Gadai Emas Syariah Mandiri. Pada dasarnya jasa gadai emas Syariah dan konvensional tidak berbeda jauh dalam bentuk pelayanannya, yang membedakakan hanyalah pada pengenaan biaya. Pada gadai konvensional, biaya adalah bunga yang bersifat akumulatif, sedangkan pada gadai syariah hanya ditetapkan sekali dan dibayar di muka.
Namun demikian, dari sisi jaringan, jumlah kantor pegadaian Syariah saat ini sudah ada di 9 kantor wilayah dan 22 Pegadaian Unit Layanan Syariah (PULS), terutama di kota-kota besar di Indonesia dan 10 kantor gadai syariah. Ke 22 PULS merupakan pegadaian syariah yang dibentuk oleh Perum Pegadaian syariah yang dibentuk oleh Perum Pegadaian dan BMI, dan direncanakan akan dibuka 40 jaringan kantor PULS, yang mengkonversi cabang gadai konvensional menjadi gadai syariah di seluruh Indonesia.
Dengan demikian, jumlah pegadaian syariah baik yang berbentuk PULS maupun Unit Layanan Syariah Bank-Bank syariah baru sekitar 2,9% dibandingkan dengan total jaringan kantor Perum pegadaian yang berjumlah 739 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia.

o Prospek Pengembangan Pegadaian Syariah
Pegadaian syariah akan membuka kantor cabang pegadaian syariah lebih banyak lagi. Khususnya untuk di daerah-daerah pelosok di seluruh Indonesia. Tujuannya agar masyarakat di daerah tersebut dapat mengembangkan UMKM. Diusahakan untuk pengembangan pembangunan kantor pegadaian syariah dari tempat yang satu ke tempat yang lain hanya berjarak 5 KM untuk setiap daerah atau kota. Sehingga masyarakat di daerah tersebut dapat mengakses dengan mudah.
Selain membuka cabang pegadaian syariah di beberapa kota dan daerah di Indonesia, pegadaian syariah juga akan membuka cabang pegadaian syariah di mal-mal besar di Indonesia.Sehingga seluruh kalangan masyarakat dapat menggunakan jasa gadai syariah tersebut. Hal itu juga dapat membantu sosialisasi kepada masyarakat, karena selama ini masyarakat sangat awam pada produk-produk jasa keuangan syariah.

o Kendala Pengembangan Pegadaian Syariah
1. Pegadaian syariah relatif baru sebagai suatu sistem keuangan. Oleh karenanya, menjadi tanangan tersediri bagi pegadaian syariah untuk mensosialisasikan syariahnya.
2. Masyarakat kecil yang dominan menggunakan jasa pegadaian kurang familiar dengan produk rahn di lembaga keuangan syariah. Apalagi sebagian besar yang berhubungan dengan pegadaian selama ini adalah rakyat kecil maka ketika ia dikenalkan bantuk pegadaian oleh bank. Apalagi dengan fasilitas bank yang mewah tmbul hambatan psikologi dari masyarakat dalam berhubungan dengan rahn.
3. Kebijakan pemerintah tentang gadai syariah belum sepenuhnya akomodatif terhadap keberadaan pegadaian syariah. Dan di samping itu, keberadaan pegadaian konvensional di bawah Departemen Keuangan mempersulit posisi pegadaian syariah bila berinisiatif untuk independen dari pemerintah pada saat pendiriannya
4. Pegadaian kurang popular. Image yang selama ini muncul adalah bahwa orang yang berhubungan dengan pegadaian adalah mereka yang meminjam dana jaminan suatu barang, sehingga terkesan miskin atau tidak mampu secara ekonomi.
5. Kurangnya tenaga profesional yang handal dan mengerti bagaimana operasionalisasi pegadaian syariah yang seharusnya dan sekaligus memahami aturan islam mengenai pegadaian.
6. Sulitnya memberikan pemahaman kepada masyarkat mengenai bahaya bunga yang sudah mengakar dan menguntungakan bagi segelintir orang
7. Kurangnya seperangkat aturan yang mengatur pelaksanaan dan pembinaan pegadaian syariah
8. Sebagian masyarakat masih manganggap bahwa keberadaan pegadaian syariah hanya diperuntukan bagi umat islam
9. Balum banyak masyarakat yang mengetahui keberadaan pegadaian syariah

o Strategi Pengembangan Pegadaian Syariah
1. Usaha untuk membentuk lembaga pegadaian syariah terus dilakukan sebagai usaha untuk mensosialisasikan praktek ekonomi syariah di masyarakat menengah ke bawah yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan pendanaan. Maka perlu kerjasama dari berbagai pihak untuk menentukan langkah-langkah dalam pembentukan lembaga pegadaian syariah yang lebih baik.
2. Masyarakat akan lebih memilih pegadaian dibanding bank di saat mereka membutuhkan dana karena prosedur untuk mendapatkan dana relatif lebih mudah dibanding dengan meminjam dana langsung ke bank. Maka cukup alasan bagi pegadaian syariah untuk eksis di tengah-tengah masyarakat yang mermbutuhkan bantuan. Pegadaian syariah bukan pesaing yang mengakibatkan kerugian bagi
3. lembaga keuangan syariah lainnya, dan bukan menjadi alasan untuk menghambat berdirinya pegadaian syariah. Dengan keberadaan pegadaian syariah malah akan menambah pilihan bagi masyarakat untuk mendapatkan dana dengan mudah, selain itu hal ini akan meningkatkan tersosialisasikannya lembaga keuangan syariah.
4. Pemerintah perlu untuk mengakomodir keberadaan pegadaian syariah ini dengan membuat peraturan pemeritah atau UU pegadaian Syariah. Atau memberikan alternatif keberadaan biro pegadaian syariah dalam Perum Pegadaian Syariah
5. Mengoptimalkan produk yang sudah ada dengan lebih professional
6. Mempertahankan surplus pegadaian syariah dan terus berupaya meningkatkannya
7. Memasarkan produk baru yang menguntungkan
8. Meningkatkan modernisasi dan penanganan sarana dan prasarana
9. Membuat posisi keuangan yang likuid dan solvabel
10. Meningkatkan komposisi barang gadai (marhun)
11. Ekstensifikasi transaksi yang digunakan harus disesuaikan dengan penggunaan dana dan lain-lain.