Rabu, 13 Januari 2010

STUDI KASUS BELAJAR DAN PEMBELAJARAN “ PERILAKU KENAKALAN REMAJA: Pengaruh Lingkungan Keluarga dan/atau Lingkungan Teman? ”

STUDI KASUS


BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
“ PERILAKU KENAKALAN REMAJA:
Pengaruh Lingkungan Keluarga dan/atau Lingkungan Teman? ”
DISUSUN

O
L
E
H

NAMA : SUPARTOMO
NIM : 211 408 294
KELAS : AKUNTANSI B







PRODI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2009
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam kurun waktu kurang dari dasawarsa terakhir, kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang amat memprihatinkan. Kenakalan remaja yang diberitakan dalam berbagai forum dan media dianggap semakin membahayakan. Berbagai macam kenakalan remaja yang ditunjukkan akhir-akhir ini seperti perkelahian secara perorangan atau kelompok, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian, perampokan, penganiayaan dan penyalahgunaan obat-obatan seperti narkotik (narkoba).
Kenakalan remaja diartikan sebagai suatu outcome dari suatu proses yang menunjukkan penyimpangan tingkah laku atau pelanggaran terhadap norma-norma yang ada. Kenakalan remaja disebabkan oleh berbagai faktor baik faktor pribadi, faktor keluarga yang merupakan lingkungan utama (Willis, 1994), maupun faktor lingkungan sekitar yang secara potensial dapat membentuk perilaku seorang anak (Mulyono, 1995).
Permasalahan
Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat menggantikan generasi-generasi terdahulu dengan kualitas kinerja dan mental yang lebih baik. Dengan adanya program pendidikan tingkat dasar, menengah dan tingkat tinggi diharapkan dapat menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas tinggi. Namun sayangnya dalam dasawarsa terakhir ini kenyataan menunjukkan hal yang berbeda. Banyak data dan informasi tentang tingkat kenakalan remaja yang mengarah pada tindakan kekerasan dan melanggar hukum. Khusus untuk kasus kenakalan remaja yang menjurus pada tindakan kriminal dan penggunaan narkoba sangat membutuhkan penelitian yang mendalam agar didapat suatu gambaran yang jelas bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan masalah kenakalan remaja tersebut.
Mengingat semakin besarnya masalah yang dihadapi oleh anak-anak remaja, maka studi ini secara umum bertujuan untuk menganalisa keterkaitan antara faktor-faktor lingkungan di dalam keluarga, lingkungan sosial dan perilaku antisosial remaja yang menyangkut kenakalan, kekerasan, perkelahian dan penggunaan narkoba. Mengetahui kharakteristik remaja yang meliputi usia, jenis kelamin, harapan, kebiasaan hidup dan personality.
Tujuan
1) Mengetahui lingkungan teman bermain baik berupa dukungan sosial, pengaruh positif atau negatif
2) Mengetahui pola asuh orang tua terhadap remaja dan komunikasi antar anggota dalam keluarga serta faktor-faktor yang berkaitan dengan pola asuh dan komunikasi tersebut
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi semua pihak yang memperhatikan kaum remaja sebagai penerus bangsa, baik itu pihak pendidikan nasional, para orang tua maupun masyarakat luas.
KERANGKA PEMIKIRAN
Pendekatan teoritis yang melatarbelakangi studi kenakalan remaja ini adalah:
1. Teori Sistem yang menyatakan bahwa sistem terdiri dari komponen-komponen yang saling tergantung antara satu dengan yang lain (Klein dan White, 1996). Dalam studi ini digunakan logika berfikir secara teori sistem bahwa keluarga tediri dari anggota-anggota keluarga yang saling berpengaruh satu dengan yang lain. Kenakalan remaja adalah merupakan suatu output dari suatu proses hubungan antara anggota keluarga
2. Teori Pertukaran Sosial yang menyatakan bahwa sesama individu dapat saling bertukar baik berupa materi maupun non materi (Klein dan White, 1996). Dalam studi ini digunakan logika berfikir bahwa antar anggota keluarga saling memberi dan menerima sesuatu, begitu pula dengan para remaja dengan teman bermainnya. Dengan demikian kenakalan remaja adalah output dari sebuah hasil pertukaran sosial antar individu.
Berdasarkan telaahan dari studi pustaka tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kenakalan remaja, maka Gambar 1 berikut ini merupakan model konseptual yang diajukan dari studi ini. Gambar 1 menyajikan beberapa hal, yaitu:
1. Perilaku Kenakalan remaja dipengaruhi oleh 3 hal yaitu
 Kharakteristik pribadi anak (path a) (sesuai dengan pendapat dari Simon, 1996; Willis 1994)
 Kharakteristik keluarga melalui mediator pola asuh dan komunikasi keluarga (path c, d, f, g, dan h) (sesuai dengan pendapat Conger & Elder, 1996; Simon, 1996; Gunarsa & Gunarsa, 1995; Mardiah, 1999; Cahyaningsih, 1999; Willis 1994).
 Lingkungan teman bermain (path e) (sesuai dengan pendapat Conger & Elder, 1996; Simon, 1996; Mulyono, 1995)
2. Dalam studi ini peneliti mengajukan hipotesa bahwa pola asuh orang tua terhadap remaja disamping dipengaruhi kharakteristik keluarga juga dipengaruhi oleh kharakteristik remaja itu sendiri (path b).




PEMBAHASAN
Harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan kuaitas negara di masa yang akan datang sepertinya bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Perilaku nakal di kalangan remaja saat ini cenderung mencapai titik kritis. Hal ini terbukti dari pemberitaan di Republika tahun 1999 tentang pelajar yang sering menggunakan obat-obat terlarang (seperti pil BK, megadon dan ecstasy), melakukan pergaulan bebas dan mabuk-mabukan (Republika 16 April, 1999). Digambarkan pula bahwa remaja pada saat ini lebih suka jalan-jalan di mal, kebut-kebutan di jalan raya dan tawuran antar pelajar. Frekuensi tawuran meningkat tajam dari 93 kasus pada tahun 1995/1996 menjadi 230 kasus pada tahun 1999 (Kompas, 23 Februari,1999).
Berbagai macam faktor yang berpengaruh pada kenakalan remaja, yaitu faktor keluarga (seperti kedekatan hubungan orang tua – anak, gaya pengasuhan orang tua, pola disiplin orang tua, serta pola komunikasi dalam keluarga) dan faktor lain di luar keluarga ( seperti hubungan dengan kelompok bermain atau ‘peer group’, ketersediaan berbagai sarana seperti gedung bioskop, diskotik, tempat-tempat hiburan, televisi, VCD, internet, akses kepada obat-obat terlarang dan buku-buku porno serta minuman beralkohol) (Gunarsa dan Gunarsa, 1995).
Hampir sama dengan argumen sebelumnya, dinyatakan bahwa perilaku antisosial remaja yang meliputi kenakalan dan kekerasan remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: pola asuh orang tua yang cenderung kasar/keras, tekanan ekonomi keluarga yang tinggi, rendahnya dukungan dan dorongan dari orangtua, dan tingginya keeratan hubungan dengan teman bermain yang juga nakal. Lebih detil lagi juga diungkapkan bahwa perilaku dan perasaan jahat/kasar juga dipengaruhi oleh tindakan ayahnya yang kasar dan/ atau tindakan ibunya yang kasar. Selanjutnya dijelaskan bahwa variabel kualitas pola asuh baik ayah maupun ibu merupakan variabel penengah (mediator) dari hubungan antara struktur keluarga dan perilaku kenakalan remaja (Conger dan Elder (1996); Simon, 1996).
Disimpulkan dari berbagai penelitian bahwa pola komunikasi yang demokratis dan frekuensi komunikasi yag tinggi berhubungan erat dengan rendahnya tingkat kenakalan remaja (Mardiah, 1999; Cahyaningsih, 1999; Pulungan, 1993), gaya pengasuhan yang otoriter dan permissive mendorong anaknya untuk bertingkah laku nakal (Cahyaningsih, 1999).
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan kenakalan remaja adalah seperti yang dijelaskan di bawah ini:
A. Keluarga dan Peranannya dalam Pembentukan Kepribadian Anak

Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah dan ibu secara ideal tidak terpisah tetapi bahu membahu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua dan mampu memenuhi tugas sebagai pendidik. Tiap eksponen mempunyai fungsi tertentu. Dalam mencapai tujuan keluarga tergantung dari kesediaan individu menolong mencapai tujuan bersama dan bila tercapai maka semua anggota mengenyam "apakah peranan masing-masing..?"

Peranan ayah :
1. Sumber kekuasaan, dasar identifikasi.
2. Penghubung dengan dunia luar.
3. Pelindung terhadap ancaman dari luar.
4. Pendidik segi rasional.

Peranan Ibu :
1. Pemberi aman dan sumber kasih sayang.
2. Tempat mencurahkan isi hati.
3. Pengatur kehidupan rumah tangga.
4. Pembimbing kehidupan rumah tangga.
5. Pendidik segi emosional.
6. Penyimpan tradisi.

Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang tuanya. Dasar pemikiran dan pertimbangannya adalah sebagai berikut :
1. Keluarga adalah tempat perkembangan awal seorang anak, sejak saat kelahirannya sampai proses perkembangan jasmani dan rohani berikutnya. Bagi seorang anak, keluarga memiliki arti dan fungsi yang vital bagi kelangsungan hidup maupun dalam menemukan makna dan tujuan hidupnya.
2. Untuk mencapai perkembangannya seorang anak membutuhkan kasih sayang, perhatian dan rasa aman untuk berlindung dari orang tuanya. Tanpa sentuhan manusiawi itu anak akan merasa terancam dan penuh rasa takut.
3. Keluarga merupakan dunia keakraban seorang anak. Sebab dalam keluargalah dia mengalami pertama-tama mengalami hubungan dengan manusia dan memperoleh representasi dari dunia sekelilingnya. Pengalaman hubungan dengan keluarga semakin diperkuat dalam proses pertumbuhan sehingga melalui pengalaman makin mengakrabkan seorang anak dengan lingkungan keluarga. Keluarga menjadi dunia dalam batin anak dan keluarga bukan menjadi suatu realitas diluar seorang anak akan tetapi menjadi bagian kehidupan pribadinya sendiri. Anak akan menemukan arti dan fungsinya.
4. Dalam keluarga seorang dipertalikan dengan hubungan batin yang satu dengan lainnya. Hubungan itu tidak tergantikan Arti seorang ibu tidak dapat dengan tiba-tiba digantikan dengan orang lain.
5. Keluarga dibutuhkan seorang anak untuk mendorong, menggali, mempelajari dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan, religiusitas, norma-norma dan sebagainya. Nilai-nilai luhur tersebut dibutuhkan sesuai dengan martabat kemanusiaannya dalam penyempumaan diri.
6. Pengenalan di dalam keluarga memungkinkan seorang anak untuk mengenal dunia sekelilingnya jauh lebih baik. Hubungan diluar keluarga dimungkinkan efektifitasnya karena pengalamannya dalam keluarga.
7. Keluarga merupakan tempat pemupukan dan pendidikan untuk hidup bermasyarakat dan bernegara agar mampu berdedikasi dalam tugas dan kewajiban dan tanggung jawabnya sehingga keluarga menjadi tempat pembentukan otonom diri yang memiliki prinsip-prinsip kehidupan tanpa mudah dibelokkan oleh arus godaan.
8. Keluarga menjadi fungsi terpercaya untuk saling membagikan beban masalah, mendiskusikan pokok-pokok masalah, mematangkan segi emosional, mendapatkan dukungan spritual dan sebagainya.
9. Dalam keluarga dapat terealisasi makna kebersamaan, solidaritas, cinta kasih, pengertian, rasa hormat menghormati clan rasa memiliki.
10. Keluarga menjadi pengayoman dalam beristirahat, berekreasi, menyalurkan kreatifitas dan sebagainya. Pengalaman dalam interaksi sosial pada keluarga akan turut menentukan pola tingkah lakunya terhadap orang lain dalam pergaulan diluar keluarganya. Bila interksi sosial didalarn kelompok karena beberapa sebab tidak lancar kemungkinan besar interaksi sosialnya dengan masyarakat pada umumnya juga akan berlangsung dengan tidak wajar.

Keluarga mempunyai peranan dalam proses sosialisasi. Demikian pentingnya peranan keluarga maka disebutkan bahwa kondisi yang menyebabkan peran keluarga dalam proses sosialisasi anak adalah sebagai berikut :
1. Keluarga merupakan kelompok terkecil yang anggotanya berinteraksi to face secara tetap, dalam kelompok demikian perkembangan anak dapat diikuti dengan sesama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam hubungan sosial lebih mudah terjadi.
2. Orang tua mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena anak merupakan cinta kasih hubungan suami istri. Motivasi yang kuat melahirkan hubungan emosional antara orangtua dan anak.
3. Karena hubungan sosial dalam keluarga itu bersifat relatif tetap maka orangtua memainkan peranan sangat penting terhadap proses sosialisasi anak.

B. Kenakalan Remaja dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock, (1996) lebih rinci dijelaskan sebagai berikut :
1. Identitas
Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam Santrock, 1996) masa remaja ada pada tahap di mana krisis identitas versus difusi identitas harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja: (1) terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya dan (2) tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja.
Erikson percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan aspek-aspek peran identitas. Ia mengatakan bahwa remaja yang memiliki masa balita, masa kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi mereka dari berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat mereka merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada mereka, mungkin akan memiliki perkembangan identitas yang negatif. Beberapa dari remaja ini mungkin akan mengambil bagian dalam tindak kenakalan, oleh karena itu bagi Erikson, kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk suatu identitas, walaupun identitas tersebut negative

2. Kontrol diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka. Hasil penelitian yang dilakukan baru-baru ini Santrock (1996) menunjukkan bahwa ternyata kontrol diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja. Pola asuh orangtua yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi yang konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki ketrampilan ini sebagai atribut internal akan berpengaruh pada menurunnya tingkat kenakalan remaja.

3. Usia
Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, seperti hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono, 2003) yang menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perbuatannya pada usia 21 sampai 23 tahun.

4. Jenis kelamin
Remaja laki- laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) pada umumnya jumlah remaja laki- laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada gang remaja perempuan.

5. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah
Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk sekolah. Riset yang dilakukan oleh Janet Chang dan Thao N. Lee (2005) mengenai pengaruh orangtua, kenakalan teman sebaya, dan sikap sekolah terhadap prestasi akademik siswa di Cina, Kamboja, Laos, dan remaja Vietnam menunjukkan bahwa faktor yang berkenaan dengan orangtua secara umum tidak mendukung banyak, sedangkan sikap sekolah ternyata dapat menjembatani hubungan antara kenakalan teman sebaya dan prestasi akademik.

6. Proses keluarga
Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-rekannya (dalam Santrock, 1996) menunjukkan bahwa pengawasan orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesua i merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan munculnya kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga atau stress yang dialami keluarga juga berhubungan dengan kenakalan. Faktor genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan remaja, meskipun persentasenya tidak begitu besar.

7. Pengaruh teman sebaya
Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan risiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (1996) terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi pada remaja yang memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan.

8. Kelas sosial ekonomi
Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan 50 : 1 (Kartono, 2003). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan ketrampilan yang diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan anti sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah melakukan kenakalan.

9. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal
Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor- faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan remaja.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berperan menyebabkan timbulnya kecenderungan kenakalan remaja adalah faktor keluarga yang kurang harmonis dan faktor lingkungan terutama teman sebaya yang kurang baik, karena pada masa ini remaja mulai bergerak meninggalkan rumah dan menuju teman sebaya, sehingga minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh kelompok lebih menentukan perilaku remaja dibandingkan dengan norma, nilai yang ada dalam keluarga dan masyarakat.
PEMECAHAN MASALAH

Untuk Mengantisipasi Kenakalan/Pelanggaran Siswa Diterapkan Sistem :
1. Poin Pelanggaran
2. Tilang (bukti Pelanggaran)
Yaa sekali-kali guru di sekolah menerapkan system tilang yang pinjam
istilah Kepolisian.
Pelaksanaan:
1. Setiap siswa diberi buku panduan tentang jenis pelanggaran dan sanksi dalam bentuk POIN dan sangsi terakumulasi dalam satu buku yang kami beri nama : BUKU KENDALI SISWA"
2. Setiap Guru di sekolah kemanapun dia berjalan atau mengajar selalu
membawa surat tilang
3. Setiap pelanggaran siswa baik di dalam kelas ct, tidak mengerjakan
PR, masuk terlambat, HP berdering, bermain HP mengganggu siswa lain
dsb, atau diluar kelas' maka guru akan memberi surat tilang, dan sisi
surat tilang lain dimasukkan ke dalam KOTAK TILANG di ruang guru.
4. Di setiap surat tilang sudah akan ditulis jenis pelanggaran dan
besar POIN pelanggaran.
5. Petugas ketertiban akan mengundang siswa dalam siding pelanggaran
dan menjumlah POIN yang telah dikumpulkan si pelanggar.
Ternyata dengan cara seperti itu pelanggaran di sekolah sangat menurun
dan siswa akan berbagi cerita sesame tetang berapa jumlah poin yang
telah mereka peroleh. dan insyalaah itu akan membuat jerasi anak.
TAPI BAGAIMANA UNTUK "KENAKALAN GURU"……………………????????????????????????

Catatan penulis
Mengatasi kenakalan siswa diantaranya dengan melakukan tindakan preventif, tindakan represif dan tindakan kuratif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar